
PURBALINGGA, WARTAPERWIRA.COM — Setelah sebelumnya SMP Negeri 1 Kutasari menjadi sorotan karena harga seragam bahan mencapai Rp1.586.000, kini giliran SMP Negeri 1 Padamara yang dikeluhkan sejumlah wali murid. Mereka mengaku dibebani biaya harga seragam sebesar Rp1.350.000 untuk satu paket bahan ( belum jahit ) dan atribut sekolah.
Paket tersebut terdiri dari:
* Bahan baju identitas sekolah
* Bahan baju Pramuka
* Bahan baju OSIS
* Baju olahraga (1 stel)
* Atribut lengkap lainnya
Wali murid menyebutkan bahwa pembayaran dilakukan secara kolektif melalui satuan pendidikan, dan diarahkan untuk membeli dari toko sekolah. Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat: apakah ini bentuk kewajiban terselubung atau sekadar opsi?
Ketika dikonfirmasi, Kepala SMPN 1 Padamara ibu Titik Widajati menyatakan bahwa beliau belum mengetahui secara pasti harga seragam yang dijual. Namun, ia membenarkan bahwa memang terdapat pihak luar yang menitipkan seragam di toko sekolah.
“Kami hanya memfasilitasi. Tidak ada paksaan untuk membeli seragam di sekolah. Bagi wali murid yang kesulitan mencari seragam di luar, bisa mendapatkan kemudahan di sini,” ungkapnya.
Namun pernyataan ini tak serta-merta menenangkan para orang tua siswa. Beberapa dari mereka mengaku merasa ‘tidak enak’ jika tidak ikut membeli, karena khawatir anaknya diperlakukan berbeda atau tidak seragam dengan siswa lain.
Paket Harga Seragam di Toko Online
Hasil penelusuran Warta Perwira di sejumlah toko online perlengkapan sekolah menunjukkan bahwa harga eceran di pasar untuk satu paket pakaian seragam lengkap (bahan + jahit + atribut) umumnya bisa berkisar antara Rp700.000 hingga Rp1.000.000. Bahkan untuk kualitas standar, paket bisa diperoleh di bawah Rp700.000.
Kondisi ini memunculkan dugaan adanya markup harga dalam pengadaan seragam melalui jalur sekolah. Terlebih, pola pembelian kolektif yang tidak transparan membuka ruang terjadinya praktik jual-beli terselubung antara penyedia dan oknum tertentu.
Pendapat Praktisi Hukum
Praktisi hukum Abdy Warsono, S.H. angkat bicara terkait fenomena ini. Menurutnya, praktik ini bukan hal baru.
“Praktek semacam ini sudah berlangsung lama. Pihak sekolah selalu berdalih hanya memfasilitasi dan tidak ada paksaan. Tapi kalau memang niatnya memfasilitasi, seharusnya mencarikan harga yang lebih murah dan tidak mengambil keuntungan dari jual beli seragam tersebut,” tegas Abdy.
Ia menambahkan bahwa ketika sekolah mengatakan memfasilitasi, tapi justru menjual lebih mahal dari harga pasar, maka hal itu patut dicurigai sebagai bentuk komersialisasi dengan kedok memfasilitasi.
Pernyataan Abdy Warsono, S.H. sejalan dengan ketentuan dalam Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 dan Surat Edaran Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga tanggal 9 Mei 2023 yang dengan tegas melarang sekolah menjual atau mewajibkan pembelian seragam kepada peserta didik. Aturan ini dibuat untuk mencegah pembebanan biaya lebih kepada orang tua murid.
Redaksi Warta Perwira akan terus melakukan penelusuran dan mengonfirmasi pihak-pihak terkait, guna menggali kebenaran serta transparansi dalam pengadaan seragam sekolah negeri di Kabupaten Purbalingga.
(Redaksi Warta Perwira)