04.10.2025
Kasus Kekerasan Seksual Anak di Purbalingga Meningkat, UPTD PPA Catat 33 Kasus di 2025
Foto: Kepala UPTD PPA Purbalingga, Imam Solihin saat diwawancarai tim Redaksi Warta Perwira, Senin ( 8/9). (dedi/wartaperwira.com).

PURBALINGGA, WARTAPERWIRA.COM – Senin (8/9) Angka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Purbalingga terus menunjukkan tren mengkhawatirkan. Hingga hari ini UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Purbalingga telah menangani 33 laporan kasus, meningkat dibanding tahun 2024 yang tercatat sebanyak 23 kasus.

Kepala UPTD PPA Purbalingga, Imam Solihin, menyampaikan bahwa lonjakan kasus ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, faktor utama yang mendorong terjadinya kekerasan seksual terhadap anak adalah hilangnya rasa takut akan dosa di kalangan pelaku.

“Selain faktor moral, pengaruh media sosial dan pergaulan digital juga sangat besar. Anak-anak semakin rentan jika tidak ada kontrol dari orang tua maupun lingkungan,” tegas Imam Solihin saat ditemui wartawan.

Penanganan dan Koordinasi

Meski jumlah kasus terus meningkat, UPTD PPA memastikan penanganan korban tetap menjadi prioritas. Imam menjelaskan, alur penanganan dimulai dari penerimaan laporan, kemudian pendampingan hukum dan psikologis.

“Memang UPTD belum memiliki tenaga psikolog khusus, tetapi kami bekerja sama dengan pihak terkait untuk memastikan anak korban mendapatkan pendampingan yang memadai,” ujarnya.

Ia menambahkan, koordinasi lintas sektor antara UPTD PPA dengan kepolisian, kejaksaan, rumah sakit, maupun sekolah sejauh ini berjalan baik tanpa kendala berarti.

Upaya Pencegahan

Imam mengungkapkan bahwa tugas UPTD PPA lebih pada penanganan kasus, sementara program pencegahan menjadi ranah Dinas Sosial melalui bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A). Meski demikian, edukasi kepada masyarakat tetap dinilai penting agar angka kekerasan bisa ditekan.

Perlindungan Hukum

Terkait proses hukum, Imam menegaskan seluruh kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani UPTD PPA otomatis diproses hukum. Tidak ada penyelesaian melalui jalur mediasi.

“Kami pastikan hak-hak anak korban tetap terlindungi selama proses hukum berlangsung,” katanya.

Tantangan dan Harapan

Di sisi lain, Imam mengakui tantangan terbesar dalam penanganan kasus adalah minimnya keberanian korban atau keluarga untuk melapor, lantaran masih menganggap kasus kekerasan seksual sebagai aib yang mencoreng nama baik keluarga.

“Karena itu, kami berharap orang tua, sekolah, dan masyarakat meningkatkan pengawasan serta edukasi kepada anak-anak. Pencegahan harus dilakukan sejak dini agar kasus serupa tidak terus berulang,” pungkasnya.

( Redaksi Warta Perwira )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *