
Ilustrasi seseorang sedang menulis ( Sumber : Freepik)
WARTAPERWIRA.COM Seorang jenderal dan kaisar perancis napoleon Bonaparte pernah menyatakan “Empat surat kabar yang bermusuhan lebih ditakuti daripada seribu bayonet.” Pernyataan ini mencerminkan betapa kuat dan tajamnya sebuah tulisan yang dapat membentuk suatu opini publik pada masyarakat. Ketika opini publik hadir di tengah publik dan opini publik itu selaras dengan referensi publik, yang muncul adalah kesamaan sikap publik untuk memberikan penilaian pada suatu objektif tertentu, yang menjadi titik persoalan.
Dalam sebuah negara demokrasi kebebasan ber-ekpresi adalah, salah satu point penting dan mendasar didalam menjamin keberlangsungan kehidupan sistem demokratisasi yang baik bagi seluruh rakyat dan pemerintah yang berkuasa. Aristoteles dalam Dewantari (2024) menegaskan bahwa, demokrasi adalah negara yang memiliki kebebasan. Melalui kebebasan inilah setiap warga negara dapat saling berbagi kekuasaan di dalamnya.
Berdasarkan pemikiran Aristoteles bahwa dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, kebebasan adalah merupakan hal utama yang menjadi titik tolak berlangsungnya praktik pemerintahan dalam suatu negara. Kebebasan disini adanya ruang terbuka dan bebas bagi warga negara yang ingin berpendapat baik lisan maupun tulisan mengenai ide, gagasan, menyampaikan pernyataan maupun kritikannya termasuk pada pemerintah berkuasa yang menjadi objek dalam berekpresi.
Sebagai salah satu negara demokrasi di dunia, Indonesiapun memberikan jaminan dan perlindungan bagi warga negara yang ingin berpendapat selaras dengan pendapat Aryandani (2024) UUD 1945 pasal 28E ayat 3, pada dasarnya hak kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin dalam konstitusi Indonesia. Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. (mkri.id 2/10/2019). Selanjutnya dalam UU 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 23 mengenai kebebasan berpendapat. Semuanya dimaksudkan apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap UU tersebut negara akan hadir untuk memberikan jaminan perlindungan keamanan bahkan mengeksekusi dalam suatu putusan pengadilan untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelanggaran UU tersebut diatas.
Secara de jure, jelas bagi kita semua bahwa aspek kebebasan berpendapat siapapun yang berada di negara Indonesia diruang publik dijamin oleh UU, namun kebebasan yang didapat tidak dimaknai bebas-sebebasnya tetap menghargai hak asasi orang lainnya. Salah satu kebebasan yang diijinkan dinegara kita adalah tulisan, tulisan merupakan bentuk ungkapan lain dari sebuah kebebasan untuk menyampaikan pesan melalui komunikasi. Hal ini tentunya membawa suatu konsekuensi logis dalam sebuah tulisan, siapapun yang menerima terpaan objek tulisan harus menerimanya dengan baik sebagai bentuk penghargaan atas sebuah tulisan.
Ketika munculnya ketersinggungan atas suatu tulisan, ruang terbuka memberikan kesempatan untuk menanggapi secara elegan atas tulisan tersebut tentunya didukung dengan argumentasi yang kuat, kritis, logis dan sistematis plus didukung dengan data dan fakta. Betapa indah dalam konteks suasana demokrasi terdapat suatu perdebatan melalui tulisan yang tercipta dalam wujud dialektika. Inilah sebenarnya hakikat inti dari konsep demokrasi.
Namun kondisi memprihatinkan salah seorang kolumnis detik.com pada tanggal 22 mei 2025 meminta pada detik.com untuk menarik tulisannya. Artikel tersebut menyajikan kritikan tajam mengenai penempatan seorang jenderal pada posisi jabatan sipil dan mempertanyakan sistem merit dalam Aparatur Sipil Negara (ASN) (aji.or.id 25/5/2025). Padahal kebebasan berekpresi mengeluarkan pendapat, tulisan dijamin oleh UU secara legal formal.
Memahami menulis bagian dari esensi demokrasi
Menulis adalah bagian inti dari demokrasi karena ia adalah alat fundamental untuk ekpresi, partisipasi dan akuntabilitas. Tanpa kemampuan menulis dan mengkomunikasikan ide, gagasan pondasi demokrasi akan lemah. Melalui menulis pula adalah proses merumuskan, menyusun dan menyampaikan pemikiran tentang hal apapun, termasuk isu-isu publik melalui artikel, surat pembaca, blog dan media sosial. Setiap warga negara dapat menyumbangkan gagasannya dalam wacana publik. Tanpa tulisan suatu ekspresi akan terbatas pada komunikasi lisan dalam jangkauan terbatas.
Suatu tulisan dapat menciptakan suasana dialektika, artinya memunculkan perdebatan mengenai suatu isu yang dibahas dalam proses panjang untuk saling memberikan sudut pandang yang tidak pernah selesai. Dialektika yang dinamis antara teks dan konteks akan menghasilkan teks baru. Dialektika teks dan konteks menjadi sebuah keniscayaan alamiah yang tidak dapat dihindari. Sutan Pamenan dalam hamidah (2013). Semuanya akan terbangun dalam suasana kesetaraan secara seimbang di ruang publik. Tulisan dapat juga menghadirkan kondisi advokasi, dukungan dorongan pada berbagai pihak atas suasana ketidakadilan, ketimpangan dalam suatu sistem pemerintahan. Ini adalah partisipasi demokrasi aktif.
Baca Juga:
Proses menulis dapat menjadikan siapa saja yang menulis untuk senantiasa berpikir kritis, logis, analitis dan sistematis terhadap suatu informasi. Hal tersebut selaras dengan pendapat Nabila ( 2022) Menulis dan berpikir kritis saling berkaitan. Hubungan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Menulis adalah kegiatan berpikir (kritis). Berpikir kritis berperan penting dalam bekerja sama untuk menemukan alasan dan kesimpulan yang tepat. Berpikir kritis adalah kegiatan analisis, integrasi, dan analisis. Kemampuan ini sangat penting untuk menolak propaganda, identifikasi bias dan membuat keputusan yang tepat sebagai pemilih dalam pesta demokrasi.
Masih dalam konteks demokrasi ketika bicara tulisan, kita tidak bicara tentang hari ini namun kita bicara masa depan, kita bicara legacy warisan nilai-nilai. Ilmu dan pengetahuan bagi generasi berikutnya ke depan. Dokumen-dokumen dan pemikiran politik menjadi dasar bagi pemahaman dan pengembangan demokrasi di masa yang akan datang.
Singkatnya menulis bukan sekedar keterampilan teknis, ia adalah aktifitas politik dan sosial yang mendalam yang menopang hampir setiap aspek dalam demokrasi. Menulis adalah kemampuan yang tak tergantikan, tanpa kemampuan untuk menulis dan membaca, demokrasi akan kehilangan suaranya, transparasinya dan kemampuannya untuk berevolusi.
Mensitir ungkapan sastrawan terkenal Pramoedya Ananta Toer :
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”