
WARTAPERWIRA.COM, Sabtu (1/11) – Dalam waktu kurang dari 24 jam, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinpermasdes) Kabupaten Purbalingga menerbitkan dua surat berbeda yang sama-sama terkait kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dengan mencantumkan nama UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
Dinpermasdes Purbalingga Terbitkan Dua Surat Dalam Dua Hari
Surat pertama, tertanggal 30 Oktober 2025, berisi pemberitahuan kepada seluruh kepala desa tentang rencana kegiatan tersebut. Dalam surat itu tercantum permintaan kontribusi sebesar Rp10 juta per desa untuk tiga peserta, berikut nomor rekening lembaga universitas. Namun, sehari kemudian, 31 Oktober 2025, surat baru diterbitkan. Surat kedua ini yang juga menggunakan kop dan nomor resmi Dinpermasdes menarik kembali surat sebelumnya dengan alasan perlunya kajian ulang terhadap pelaksanaan kegiatan karena melibatkan unsur pemerintah daerah, aparat penegak hukum (APH/APIP), serta akademisi.
Peristiwa “dua surat dalam dua hari” ini wajar menimbulkan pertanyaan publik: siapa yang merancang mekanismenya, siapa yang terlibat dalam prosesnya, dan apa tujuan sebenarnya dari kegiatan yang diusulkan?

Timbulkan Pertanyaan Soal Transparansi, Mekanisme, dan Akuntabilitas Dana Publik.
Jika kegiatan tersebut bersifat akademik, lazimnya komunikasi dilakukan langsung antara pihak universitas dan pemerintah desa tanpa melalui dinas. Sebaliknya, jika kegiatan dikategorikan sebagai pelatihan pemerintahan desa, maka semestinya disertai rincian anggaran yang jelas, dasar hukum pelaksanaan, serta mekanisme pertanggungjawaban yang transparan.
Fakta bahwa surat pertama mencantumkan angka Rp10 juta per desa tanpa penjelasan rinci membuka ruang tafsir di kalangan penerima surat. Publik berhak mengetahui apakah angka tersebut murni untuk biaya kegiatan, atau ada pembagian pos tertentu yang belum dijelaskan secara terbuka. Dalam tata kelola pemerintahan yang baik, setiap permintaan dana harus dilandasi aturan, transparansi, dan akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Apalagi, surat tersebut menggunakan kop dinas resmi dan tanda tangan pejabat pemerintah. Dalam praktik birokrasi, bentuk seperti ini berpotensi dipersepsikan sebagai instruksi, bukan sekadar ajakan partisipasi. Jika benar seluruh 224 desa di Kabupaten Purbalingga menerima surat yang sama dengan nilai kontribusi identik, maka total potensi dana yang terkumpul bisa mencapai lebih dari Rp2,2 miliar angka signifikan yang tentu menuntut pengelolaan terbuka dan akuntabel.
Langkah cepat Dinpermasdes menarik kembali surat tersebut patut diapresiasi sebagai bentuk koreksi dan tanggung jawab administratif. Namun, peristiwa ini sekaligus membuka ruang evaluasi lebih luas terhadap mekanisme internal penyusunan dan penerbitan surat resmi di lingkungan pemerintah daerah. Sebab, setiap dokumen berkop dinas yang beredar ke publik mencerminkan wajah birokrasi itu sendiri.
Publik Menunggu Klarifikasi Terbuka Untuk Memulihkan Kepercayaan.
Sebagai media, Warta Perwira tidak bermaksud menuduh atau menghakimi pihak mana pun. Kami menekankan pentingnya transparansi, ketelitian, dan kehati-hatian dalam tata kelola administrasi pemerintahan desa. Satu surat yang keluar tanpa prosedur yang jelas dapat menimbulkan tafsir dan dampak yang jauh lebih besar daripada isi surat itu sendiri.
Kini, publik menanti klarifikasi terbuka dari pihak-pihak terkait Dinpermasdes, pihak universitas, serta lembaga pengawasan internal dan eksternal. Keterbukaan informasi publik menjadi langkah paling tepat untuk menjawab tanda tanya yang muncul dan memulihkan kepercayaan masyarakat.
Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa tata kelola pemerintahan yang baik tidak hanya diukur dari banyaknya program yang dijalankan, tetapi dari sejauh mana setiap kebijakan dan dokumen disusun dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kehati-hatian. Selama hal itu belum diperkuat, kepercayaan publik terhadap birokrasi akan terus diuji.
(Redaksi Warta Perwira)