11.06.2025
Foto: Bersama Direktur RSUD Goeteng Purbalingga, drg. Hanung Wikantono, MPPM,
Foto: Bersama Direktur RSUD Goeteng Purbalingga, drg. Hanung Wikantono, MPPM,

PURBALINGGA, WARTAPERWIRA.COM Direktur RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, drg. Hanung Wikantono, MPPM, resmi memasuki masa purna tugas per 1 Juni 2025. Mengakhiri masa pengabdiannya sebagai pimpinan di rumah sakit kelas C milik pemerintah daerah yang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), drg. Hanung meninggalkan sejumlah catatan penting, khususnya terkait tantangan keuangan yang dihadapi rumah sakit.

Beban Utang RSUD Goeteng Meningkat Signifikan pada Tahun 2024

Salah satu sorotan utama adalah meningkatnya beban utang yang signifikan untuk tahun anggaran 2024. Data menunjukkan bahwa utang belanja pegawai untuk tahun 2024 mencapai Rp7,9 miliar dan hutang belanja obat sebesar Rp17,5 miliar. Namun, pada awal 2025, pembayaran baru terealisasi sebagian: beban belanja pegawai baru dibayar Rp2,8 miliar sehingga menyisakan utang sebesar Rp5,1 miliar, sementara belanja obat baru dibayar Rp10 miliar dengan sisa utang mencapai Rp7,4 miliar.

Keterbatasan Anggaran dan Beban Layanan Baru Memperberat Kondisi Keuangan

Permasalahan ini muncul karena anggaran dasar sejak awal dinilai belum mencukupi untuk mengakomodasi kebutuhan layanan, berbeda dengan beberapa rumah sakit pemerintah lain yang memperoleh dukungan anggaran tambahan dari pemerintah pusat maupun daerah.

“Kami adalah rumah sakit negeri yang tidak bisa menolak pasien. Semua harus dilayani, meski dengan keterbatasan anggaran,” ujar drg. Hanung dalam pernyataan terakhirnya sebelum purna tugas.

Tekanan anggaran juga diperparah dengan dibukanya layanan baru KJSU (Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi) dari Kementerian Kesehatan. Layanan ini membutuhkan obat-obatan dengan biaya tinggi, banyak di antaranya bersifat non-generik. Sebagai rumah sakit rujukan bagi wilayah sekitar, kebutuhan obat semakin membengkak.

Sayangnya, tarif BPJS yang menjadi sumber utama pendanaan rumah sakit, belum mampu mengikuti kenaikan harga obat yang terus terjadi. Lebih jauh, temuan audit oleh SPI BPJS yang mengharuskan pengembalian klaim tertentu turut memengaruhi arus kas rumah sakit.

“RSUD bukan price maker, kami hanya bisa mengikuti tarif yang sudah ditentukan BPJS. Sementara itu, harga obat tidak bisa dikendalikan,” jelas drg. Hanung.

Strategi RSUD Goeteng Menghadapi Tantangan Keuangan

Ke depan, drg. Hanung berharap adanya dukungan anggaran dari pemerintah pusat maupun daerah agar rumah sakit tetap dapat memberikan pelayanan optimal. Ia juga menyarankan agar RSUD Goeteng mulai membuka layanan kesehatan umum yang menarik minat asuransi kesehatan lain di luar BPJS, sehingga sumber pendanaan tidak hanya bertumpu pada satu pintu.

RSUD Goeteng juga telah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran jasa pelayanan dengan menurunkan porsi biaya layanan dari 38 persen menjadi 30 persen. Langkah ini diambil untuk mengoptimalkan pengeluaran tanpa mengorbankan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

“Rumah sakit harus profesional. Pendapatan harus pasti dan tetap, pengeluaran harus efisien,” pungkasnya.

Masa purna tugas drg. Hanung menandai berakhirnya sebuah fase kepemimpinan yang tidak hanya penuh tantangan, namun juga perjuangan menjaga pelayanan publik di tengah keterbatasan. Siapa pun pengganti beliau nantinya, akan menghadapi pekerjaan rumah besar untuk menjaga keberlanjutan layanan kesehatan masyarakat di Kabupaten Purbalingga.

(Redaksi Warta Perwira)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *