
Ilustrasi jurnalis /Pers (Dok : iStock)
WARTA PERWIRA.COM– Masih baru di ingatan kita salah satu jurnalis CNN ditarik ID pers istana oleh Biro Pers Media Istana, terkait dengan pertanyaan wawancara tentang Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Presiden Prabowo. Persoalan selesai dengan dikembalikan lg ID pers pada reporter CNN sekaligus permintaan maaf.
Peristiwa yang sama beda konteks terjadi di SDN 1 Gedong Pasar Rebo Jakarta Timur, dua jurnalis diduga mengalami kekerasan oleh salah seorang petugas SPPG 2, terkait konfirmasi keracunan MBG 20 siswa di SDN 1 Gedong pasar Rebo.
Dua jurnalis diduga mengalami kekerasan dari petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) saat meliput dapur makan bergizi gratis (MBG) pada Selasa siang, 30 September 2025. Peristiwa itu terjadi di SPPG Gedong 2, salah satu dapur penyedia MBG, di Pasar Rebo, Jakarta Timur. (Tempo, 1/10/2025).
Sepertinya sudah diulas bahkan sudah banyak penjelasan, pencerahan, literatur, kerjasama berbagai lembaga dengan Dewan Pers mengenai peran dan fungsi pers dalam negara demokrasi. Konsep demokrasi, sistem demokrasi, keberadaan pers dalam negara demokrasi, aturan main yang menjadi payung hukum peran pers di negara demokrasi.
Bahkan semuanya menjadi ketentuan dasar aturan legal formal bagi pers. Persoalannya adalah belum mengakarnya budaya keterbukaan atas peran keberadaan pers dilingkungan masyarakat. Masih banyak masyarakat termasuk didalamnya lembaga pemerintah yang masih alergi dengan keberadaan pers.
Padahal keberadaan pers mampu menjamin ajegnya sistem demokrasi, keterbukaan, kebebasan berpendapat dan hak untuk mendapatkan informasi. Semuanya bermuara pada tingkat kestabilan suatu negara dan iklim demokrasi yang sehat dan dukungan yang kuat dari berbagai kalangan
Gun Gun Heryadi (2023), menyebutkan bahwa demokrasi adalah rahim dari kebebasan pers, karena tidak mungkin ada kebebasan pers jika tidak ada demokrasi. Jurnalis bukan propagandis, bukan buzzer. Jurnalis memiliki kode etik.
Kasus-kasus diatas terjadi pada pers, sungguh suatu kondisi yang sangat memprihatinkan bagi kita semua. Kita mengaku sebagai salah satu negara demokrasi bahkan negara-negara barat, mengakui bahwa kita adalah salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Faktanya masih jauh dari harapan.
Budaya keterbukaan dilingkungan masyarakat belum terbiasa, ketika terkait dengan persoalan publik mengambil jalan pintas untuk menjaga rusaknya sebuah nama baik di ranah publik, terkadang cara-cara diluar kepantasan dan kepatutan dilakukan pada pers.
Mereka tidak menyadari bahwa, dalam keberadaannya siapapun termasuk kelembagaan dapat dikenal, dilihat, diapresiasi oleh masyarakat salah satunya adanya andil dari pers. Pemahaman dan kebiasaan untuk menjalani suatu keterbukaan harus senantiasa menjadi dasar dan arah yang jelas bagi masyarakat, dan menjadi suatu kebutuhan hidup yang disadari dalam informasi dan komunikasi melalui pers.
Apabila budaya keterbukaan ini hanya jelas dalam tataran konsep dan minim di tataran praktik, tidak mustahil kasus-kasus penganiayaan, kekerasan akan terjadi pada jurnalis.
Kasus kekerasan jurnalis dan intimidasi yang mempengaruhi kebebasan pers dalam Laporan World Press Freedom Index 2025 yang dirilis Reporters Without Borders (RSF) pada 2 Mei lalu. Tahun ini, indeks kebebasan pers di Indonesia tercatat kian merosot hingga ke posisi 127 dari 180 negara. Pada 2024, Indonesia berada di peringkat 111 di dunia dan pada 2023 di peringkat ke-108. (aji 3/5/2025).
Budaya Keterbukaan masyarakat memerlukan kerjasama
Terciptanya budaya keterbukaan masyarakat tentunya tidak bisa dibebankan pada salah satu pihak saja. Namun semuanya harus saling melengkapi, menjaga dan merawat ekosistem lingkungan informasi komunikasi yang sudah ada pada suatu penguatan yang lebih baik lagi.
Pihak pers harus senantiasa komitmen dan konsisten dalam peran dan fungsinya yang selalu berdasarkan pada aturan main UU no 40 tahun 1999, kode Etik Jurnalistik dan pedoman media siber.
Laporan reportase berita yang selalu berorientasi pada objektifitas, netralitas dan keberimbangan. Ketersediaan hak jawab, hak koreksi memberi ruang pada semua pihak (publik harus mendapatkan perlakuan yang proporsional dan adil dengan mengedepankan kepentingan publik).
Melakukan pengawasan pada pihak siapapun, selalu memberi ruang pada kelompok-kelompok marginal yang terpinggirkan yang tidak pernah mendapatkan akses pada sumber-sumber daya yang ada. Pers tetap menjaga hak-hak kebebasan publik, baik secara personal maupun kelompok.
Bagi masyarakat membiasakan aktif melalui kegiatan-kegiatan literasi media dalam menelaah tentang suatu informasi berita. Membuat group diskusi tentang media pers didalam masyarakat dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan ahli dibidang media pers dan jurnalistik.
Membuat komunitas warga-media pers dengan media-media pers yang independen dan kredible. Kerjasama dengan media pers (bagi suatu lembaga) untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang sifatnya penting bagi kepentingan publik, termasuk didalamnya saling berbagi informasi penting aktual yang sifatnya segera dari kelompok jurnalisme warga, sehingga terpadu sinergisitas informasi-informasi berita yang berkualitas, baik informasi dari masyarakat maupun dari media pers.
Membiasakan melaporkan persoalan pemberitaan yang bermasalah melanggar kode etik jurnalistik pada Dewan Pers. Semuanya apabila berproses akan menjadi suatu kebiasaan nilai-nilai komunikasi terbuka di masyarakat dan proses ini akan membentuk menjadi budaya keterbukaan dalam hal informasi dan komunikasi.
Pemahaman makna keterbukaan
Apabila kesinambungan hubungan yang terjalin dengan media massa selama ini, berjalan dengan baik secara terus-menerus. Makna konsep keterbukaan akan menjadi bagian dari hidup masyarakat yang tidak terpisahkan. Dan akan menjadi suatu kebutuhan mendasar yang harus dilakukan oleh masyarakat maupun lembaga.
Keterbukaan itu sendiri bukan merupakan suatu beban ataupun hal-hal yang akan menjatuhkan siapapun. Keterbukaan memperkuat ruang kejujuran informasi komunikasi yang akan merawat kondusifitas ruang demokrasi yang seharusnya ada.
Bukankah lebih terhormat menyampaikan informasi apa adanya mengkuatkan sistem demokrasi dan selalu diapresiasi oleh publik, daripada memaksakan diri membuat upaya melemahkan pers namun secara tidak langsung akan melunturkan dan meruntuhkan kepercayaan publik pada kita selamanya.
(Redaksi Warta Perwira)