
Foto : Seseorang sedang berpose di suatu lokasi wisata, untuk memperlihatkan kebanggaannya (Sumber : Freepik)
WARTAPERWIRA.COM – Apakah kita pernah ingin memperlihatkan kelebihan kita di Media sosial?, ataukah Hal-hal lain yang ada pada diri kita sebagai suatu potensi untuk di perlihatkan di ruang publik melalui media sosial?, atau sedang berada pada suatu lokasi tempat menarik wisata tertentu?. Sepertinya hampir setiap hari kita lakukan baik secara sadar maupun tidak. Sepertinya ada kebanggaan tersendiri ketika tampilan visual kita muncul dan dilihat oleh publik, bahkan ada yang berkomentar secara positif.
Apakah ada yang melarang? Selama tidak bertentangan dengan ketentuan aturan main undang-undang yang berlaku sepertinya sah-sah saja, semua orang mempunyai hak yang sama untuk berekpresi di ruang publik, Hal ini diatur dalam UUD 1945UUD 1945 Amandemen ke II yaitu dalam Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Selanjutnya dalam ayat (3) menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Selain itu UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur mengenai kebebasan berekpresi tersebut, dalam Pasal 22 ayat (3) UU tersebut menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebar luaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.(icjr.co.id, 30/4/2012).
Pengertian diatas dapat kita pahami bahwa, siapapun warga negara Indonesia diberi ruang kekebasan untuk berekpresi namun dalam batasan tertentu yang tidak bersinggungan dengan nilai-nilai agama, etika, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa. Salah satu media yang sering digunakan oleh kita dalam berekpresi diri kita adalah media sosial terutama Tiktok, youtube, IG, Facebook, Whatsapp. Istilahnya Braggadocian.
Braggadocian behavior jika ditinjau secara bahasa berasal dari kata braggart (pembual atau penyombong). Tipe orang dengan perilaku itu sangat sering update status atau nge-tweet sangat sering. Orang tersebut berusaha memberitahukan bahwa dirinya sedang melakukan sesuatu yang dianggap keren. Nurudin (2018). Sedangkan menurut Erik Qualman (2010) pernah meneliti tentang dampak FB dan Twitter bagi kepribadian seseorang. Qualman pernah mengungkapkan dua dampak dari media sosial, yakni preventative behavior dan braggadocian behaviour.
Alasan melakukan Barggadocian di media sosial
Perilaku Braggadocian adalah suatu kecenderungan seseorang untuk selalu tampil di media sosial, agar keberadaannya secara intens selalu ada dan terlihat di ruang publik, dasarnya ada karena keberadaannya yang ingin selalu ada. Beberapa hal mengapa seseorang ingin selalu melakukan Braggadocian di media sosial.
Keinginan mendapatkan validasi dan pengakuan merupakan faktor utama. Orang memposting pencapaian atau pengalaman menarik dengan harapan mendapatkan suka, komentar positif dan pujian dari pengikut mereka, validasi merupakan bagian dari keinginan manusia untuk selalu meningkatkan harga diri dan memberikan rasa diterima.
Hal lain, didalam diri seseorang terdapat suatu konsep diri, yaitu bagaimana seseorang ingin dimaknai oleh orang lain secara positif yang nantinya akan menuju pada nama baik atau citra diri. Media sosial seringkali menjadi panggung bagi kita untuk menampilkan versi terbaik diri kita. Kita ingin dilihat sebagai orang sukses, bahagia, cerdas atau menarik. Pamer adalah cara untuk membangun merek pribadi (personal branding).
Budaya narsisme adalah salah satu bagian proses dari perilaku Braggadocian. Bagi Sebagian individu narsisme memainkan peran besar. Siapapun memiliki kebutuhan kuat untuk menjadi pusat perhatian dan merasa eksklusif. Media sosial menyediakan yang sempurna untuk memuaskan kebutuhan ini.
Upaya Wajar sebagai sikap perilaku Braggadocian dalam media sosial
Tentunya upaya-upaya wajar dan proporsional harus kita lakukan dalam menyikapi perilaku kita dalam Barggadocian, karena tidak selamanya perilaku ini kita lakukan akan mendapatkan simpati dari publik, bisa jadi sebaliknya, ada juga publik yang kritis bahkan tidak mau tahu tentang keberadaaan kita, siapa kita?
Kesadaran diri yang kita bangun untuk senantiasa melihat diri kita kedalam, untuk memahami maksud dan tujuan kita, ketika kita memposting atau mengunduh sesuatu. Apakah benar-benar untuk berbagi hal-hal yang bermanfaat bagi publik atau hanya sekedar pamer belaka, tentunya kekuatan sadar diri ini menentukan keberadaan diri kita di ruang publik.
Satu hal penting lainnya adalah, berhenti membandingkan diri kita dengan orang lain, bahwa apa yang kita lihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari kehidupan seseorang. Jangan biarkan hal itu mendefinisikan nilai diri kita. Selanjutnya selalu fokus pada hal-hal nyata, alihkan perhatian dari media sosial dan fokuslah pada kehidupan nyata, berkomunikasi, berinteraksi langsung dan terlibat dalam kegiatan-kagiatan nyata yang membuat kita bermakna dan bahagia.
Menggunakan media sosial dengan cara bijak dan mempertimbangkan waktu untuk mengurangi waktu yang kita habiskan di media sosial, tentunya merupakan salah satu upaya kewajaran yang kita lakukan dalam memahami penggunaan media sosial.
Braggadocian senyatanya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari lanskap media sosial modern. Memahami motivasi dibaliknya dan dampaknya adalah langkah penting untuk berinteraksi dengan platform tersebut, secara lebih bijak dan dalam rangka menjaga kesehatan mental kita.
(Redaksi Warta Perwira)