03.08.2025
Pentingnya Memaknai Keberimbangan Suatu  Berita

Ilustrasi Pers Digital (Sumber : iStockphoto)

WARTAPERWIRA.COM-Merujuk pemikiran Denis McQuail seorang emeritus Guru besar University of Amsterdam Belanda salah seorang pakar berpengaruh dalam komunikasi massa, tulisan-tulisannya banyak hal yang terkait dengan komunikasi massa, teori komunikasi massa, khususnya tentang media massa.

Salah satu pemikirannya mengenai Berita adalah tentang “keberimbangan” menurutnya keberimbangan adalah faktor utama ketika suatu berita disampaikan pada publik. Karena akan terkait dengan kredibilitas media dan profesionalisme seorang jurnalis. Begitu pentingnya faktor keberimbangan karena akan berdampak pada kelanjutan dari berita itu sendiri ketika sudah berada diruang publik.

Pemikiran Denis McQuail selaras dengan UU pers no 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik. Dalam UU Pers pasal 2 dan pasal 17 ayat 1 : Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. Ayat 2 : Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

Sedangkan dalam kode etik jurnalistik terdapat dalam Pasal 3 – Wartawan Indonesia harus menguji informasi, menyajikan berita berimbang, tidak mencampur aduk fakta dan pendapat yang terkesan menghakimi, serta menerapkan adanya asas praduga tidak bersalah.

Berimbang menurut Denis McQuail adalah, semua sumber-sumber berita yang terkait dengan objek peristiwa wajib untuk dihadirkan diruang publik dalam suatu pemberitaan. Sehingga sudut pandang informasi tidak hanya satu sumber, melainkan ada sudut pandang informasi lain yang memberikan catatan otentik lainnya berdasarkan data dilapangan. Fakta-fakta keberimbangan inilah yang disajikan oleh seorang jurnalis, tanpa terjebak hanya pada fakta dari satu sumber.

Dapat kita bayangkan apabila sebuah berita yang dikonsumsi oleh masyarakat, pada tataran realnya sepintas sudah memenuhi prinsip jurnalistik dan kode etik jurnalistik padahal apabila ditelaah lebih lanjut, ternyata keberimbangannya tidak ada. Hal ini sering kita temukan pada berita-berita online yang sifatnya real time (kecepatan, berita langsung tayang) mengenai pemberitaan, terutama terkait dengan program kegiatan pembangunan ataupun kegiatan-kegiatan pemerintah yang sifatnya memerlukan sosialisasi.

Kerangka berita yang sering kita lihat dari awal sampai akhir sumber pemerintah yang terus di konfirmasi dan tersusun satu alur, satu rangkaian sampai komentar akhir hingga penutup berita. Ada juga suatu berita dalam pemberitaannya sepintas sudah menelusuri sumber-sumber terkait diluar sumber utama, namun tidak pernah ditampilkan ataupun dimunculkan sumber beritanya siapa? Latar belakangnya apa? ataupun kapasitasnya sebagai apa? (ini diluar sumber berita yang meminta tidak disebutkan namanya karena karena suatu fakta dan data penting, bukan opini yang diatur dalam KEJ pasal 13)  Hal-hal kecil ini yang sering terlewatkan oleh jurnalis ketika memuat suatu berita, tentunya ruang kosong keberimbangan tergangga lebar.

Padahal masyarakat masih berharap adanya sumber-sumber lain yang terkonfirmasi dan terverifikasi misal dari luar pemerintah, yang mampu memberikan sudut pandang lain berdasarkan fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga keajegan keberimbangan tetap terjaga dengan baik.

Selanjutnya biarlah publik yang menilai, menanggapi dan mensikapi suatu berita dengan baik, hal ini tentunya bagi publik akan memberikan pemaknaan yang luas mengenai peristiwa suatu berita. Publik akan tercerahkan dan terkuatkan oleh nilai-nilai utama dalam suatu pemberitaan.

Persoalan kasus berita

Ketidakberimbangan dalam suatu berita, tidak menutup kemungkinan persoalan-persoalan muncul kasus dalam jurnalistik. Karena beberapa sumber yang seharusnya dikonfirmasi dalam suatu peristiwa tidak dikonfirmasi. Media hanya memberitakan berdasarkan satu sumber saja kalaupun dikonfirmasi sementara namun  tidak ditindaklanjuti, sehingga media terkesan menggiring opini publik pada masyarakat, yang seharusnya tidak terjadi.

Data kasus pemberitaan pers karena tidak berimbang beberapa diantaranya : dewan pers Mediasi Tiga Kasus Riau (Dewan Pers, 21/5/2012), Atas Rekomendasi Dewan Pers, Dua Media Siber Cabut Berita (Dewan Pers, 6/1/2014). Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu mengatakan, puluhan perkara yang dilaporkan ke Dewan Pers didominasi pelanggaran Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik akibat pemberitaan yang tidak berimbang dan tidak dilakukan uji informasi. (Antara, 1 /8/2024).

Pemahaman Kode Etik jurnalistik yang membumi

Tuntutan pemahaman seorang jurnalis tentunya akan KEJ, tidak hanya di baca sambil lalu, namun pemahaman yang benar-benar dihayati termasuk dalam praktiknya ketika menjalani fungsi pers di ruang publik. Tuntutan ini wajib harus dilakukan mengingat dalam kesehariannya akan senantiasa berhubungan dengan aspek : objektifitas, netralitas dan berimbang dalam menjalani tugasnya sebagai seorang jurnalis.

Seorang jurnalis harus mampu melihat objek peristiwa yang menjadi liputan suatu berita, benar-benar ada dan terjadi dilapangan secara faktual. Selanjutnya jurnalis mampu berdiri ditengah-tengah tanpa terbawa oleh kepentingan apapun dalam liputannya orientasinya  satu, netral berdiri diatas semua kepentingan golongan apapun. Hal yang tidak kalah penting  dan menentukan mengkonfirmasi sumber-sumber berita secara berimbang terkait dengan objek peristiwa yang diliput dan semuanya terverifikasi dengan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Satu aspek mengenai minimnya keberimbangan selain objektifitas dan netralitas, pengaruhnya akan berdampak pada banyak hal diantaranya :  Sumber yang menjadi objek berita merasa dirugikan, kredibilitas jurnalisnya dianggap tidak profesional, menurunnya relasi yang telah dibangun dengan berbagai pihak selama ini dan menurunnya kepercayaan publik pada konten berita suatu media massa pers. Hal-hal ini tentunya merupakan kerugian yang mendasar yang seharusnya dijaga, dirawat dan dipertahankan oleh sebuah media massa pers.

Suatu Realtime (kecepatan) boleh saja dikejar, agar suatu pemberitaan selalu update dan layak tayang bagi publik. Namun publik juga menuntut  keberimbangan dalam suatu berita, dan merupakan prioritas utama bagi media massa sebagai rujukan. Agar terciptanya ekosistem jurnalistik yang sehat diatas kepercayaan masyarakat.

(Redaksi Warta Perwira)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *