01.07.2025
Foto: Kasus Chromebook akankah merambah ke daerah?(freepik.com)
Kasus Chromebook akankah merambah ke daerah?(freepik.com)

WARTAPERWIRA.COM – Dugaan korupsi pengadaan Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah menjadi sorotan nasional. Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menetapkan sejumlah tersangka dari kalangan penyedia dan pejabat kementerian, serta terus mendalami aliran dana dan pola permainan di balik pengadaan perangkat teknologi pendidikan itu.

Namun, seiring berjalannya waktu, muncul pertanyaan krusial: mungkinkah praktik korupsi ini merambah ke tingkat daerah?

Pertanyaan ini bukan tanpa alasan. Proyek pengadaan Chromebook yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) itu memang melibatkan ratusan daerah, karena perangkat langsung dikirimkan ke sekolah-sekolah penerima. Di beberapa kabupaten, proses distribusi dan implementasi pengadaan bahkan dikelola oleh dinas pendidikan daerah atau satuan pendidikan, setidaknya dalam hal verifikasi, penerimaan, dan pelaporan.

Sejumlah Pemberitaan Kasus Chromebook di beberapa Daerah

Sejumlah pemberitaan juga menyebutkan bahwa beberapa daerah kini sedang diselidiki. Misalnya  seperti Lombok Timur (NTB), Aceh Barat Daya, Lampung Tengah, dan Kabupaten Poso (Sulawesi Tengah) telah masuk pengusutan aparat penegak hukum. Di Lombok Timur, penyidikan pengadaan alat TIK senilai Rp32,4 miliar sudah melibatkan pemeriksaan lebih dari 45 kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan setempat (https://ntbsatu.com/2025/05/06/kejari-lotim-naikkan-status-kasus-pengadaan-chromebook-ke-penyidikan.html). Di Aceh Barat Daya, sejumlah pejabat Disdikbud diperiksa terkait dugaan penyimpangan anggaran Rp9 miliar (https://aceh.tribunnews.com/2024/09/15/sejumlah-pejabat-disdikbud-abdya-diperiksa-terkait-pengadaan-chromebook). Di Lampung Tengah, laporan dugaan mark-up harga dan pengondisian vendor dalam pengadaan 2.100 unit Chromebook senilai Rp17,45 miliar telah dilaporkan ke Kejati Lampung oleh DPP KAMPUD (https://lampungone.com/2025/05/08/diduga-korupsi-pengadaan-chromebook-di-lamteng-kampud-laporkan-ke-kejati-lampung/). Sedangkan di Kabupaten Poso, Kejati Sulawesi Tengah memeriksa Kepala Dinas Pendidikan dan ASN terkait proyek senilai Rp13,47 miliar (https://suluhsulawesi.com/2025/05/10/kejati-sulteng-periksa-pejabat-disdik-poso/).

Meski belum tentu terbukti ada pelanggaran hukum di daerah-daerah tersebut, fakta bahwa aparat penegak hukum mulai turun ke lapangan menandakan bahwa dugaan keterlibatan di daerah tidak bisa dikesampingkan.

Namun demikian, kita tetap harus berpijak pada asas praduga tak bersalah. Tidak semua dinas pendidikan kabupaten dapat disamaratakan. Banyak daerah yang kemungkinan hanya menjadi “penerima akhir” barang tanpa banyak ruang dalam proses perencanaan atau pemilihan vendor. Dalam beberapa kasus, pihak daerah bahkan mengaku tidak bisa menolak barang meskipun spesifikasinya tak sesuai kebutuhan sekolah.

Dengan kata lain, kemungkinan merambahnya kasus ini ke daerah tetap harus ditelusuri secara hati-hati dan berbasis bukti hukum, bukan asumsi. Yang dibutuhkan saat ini adalah penyelidikan menyeluruh namun objektif, demi memastikan bahwa program digitalisasi pendidikan benar-benar terlindungi dari praktik curang di semua level birokrasi.

Yang paling penting adalah perbaikan sistem. Baik pemerintah pusat maupun daerah harus duduk bersama mengevaluasi model pengadaan terpusat, memperkuat pengawasan internal, dan memberi ruang bagi transparansi publik. Jika tidak, maka program sebesar dan sepenting Chromebook ini akan terus berada dalam bayang-bayang penyimpangan.

Redaksi Warta Perwira

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *