
WARTAPERWIRA.COM, Kamis (16/10) – Solar subsidi sejatinya diberikan pemerintah untuk membantu masyarakat kecil khususnya nelayan, petani, dan pelaku usaha kecil agar biaya operasional mereka tetap terjangkau. Namun di lapangan, kebijakan yang mulia ini kerap disalahgunakan oleh segelintir oknum yang memanfaatkan celah demi keuntungan pribadi.
ESDM Tetapkan Subsidi BBM 2025 Capai 19,41 Juta KL
Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah telah menetapkan alokasi subsidi BBM tahun 2025 sebesar 19,41 juta kiloliter (KL), di mana 18,89 juta KL di antaranya merupakan solar subsidi. Sementara realisasi penyaluran solar bersubsidi tahun 2024 tercatat mencapai 17,62 juta KL. Angka ini menunjukkan betapa besar dana dan volume subsidi yang digelontorkan negara untuk menjaga harga energi tetap terjangkau bagi masyarakat.
Modus: Tantangan Baru bagi Sistem Pengawasan Digital
Berdasarkan data dan temuan di sejumlah SPBU di Purbalingga, muncul modus pengangsu solar subsidi dengan cara berganti-ganti plat nomor kendaraan untuk menghindari sistem pengawasan berbasis barcode, serta berpindah-pindah dari satu SPBU ke SPBU lainnya. Praktik ini bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga merugikan masyarakat luas yang sebenarnya berhak mendapatkan bahan bakar bersubsidi.
Di lapangan, pelaku pengangsu solar subsidi umumnya menggunakan truk bak tertutup rapat dengan terpal, dan di dalamnya terdapat penampungan besar untuk menimbun solar hasil pembelian dari beberapa SPBU. Ciri lainnya, kendaraan yang digunakan biasanya memiliki plat nomor luar daerah dan mudah ditukar, sehingga sulit dilacak oleh sistem digital pengawasan di SPBU.
Tak Tepat Sasaran: Oknum Lindungi Pelaku Penyimpangan
Ironisnya, praktik tersebut sering kali dibekingi oknum tertentu yang memanfaatkan jabatan atau pengaruhnya untuk melindungi para pelaku di lapangan. Akibatnya, distribusi solar subsidi menjadi tidak tepat sasaran. Sementara itu, masyarakat yang benar-benar membutuhkan justru kesulitan. Tak sedikit sopir angkutan umum, petani, atau nelayan yang mengeluh karena solar kerap habis di SPBU, terutama pada jam-jam sibuk atau di akhir pekan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pengawasan masih lemah, baik dari pihak SPBU maupun Pertamina sebagai penyedia. Padahal, pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) telah menegaskan pentingnya pengawasan digital agar penyaluran solar tepat sasaran.
Solar Subsidi untuk Rakyat, Bukan untuk Dimainkan Oknum
Harapan masyarakat sederhana: solar subsidi harus benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak. Tidak boleh lagi ada permainan di balik layar yang membuat kebijakan pemerintah justru menimbulkan ketidakadilan sosial.
Aparat penegak hukum (APH) harus menindak tegas semua pihak yang terlibat, baik pelaku di lapangan maupun oknum yang membekingi praktik curang ini. Di sisi lain, Pertamina bersama pengelola SPBU perlu memperketat pengawasan, memperbaiki sistem digitalisasi distribusi, serta melibatkan masyarakat dalam pengawasan sosial agar transparansi semakin kuat.
Pengangsu solar subsidi seharusnya bukan ajang mencari untung, melainkan bentuk tanggung jawab bersama untuk memastikan keadilan energi bagi seluruh rakyat. Karena setiap liter solar subsidi yang disalahgunakan berarti mengurangi hak rakyat kecil yang sebenarnya paling membutuhkan.
(Redaksi Warta Perwira)