
ILustrasi Pers (Sumber:Freepik)
WARTAPERWIRA.COM Keberadaan jurnalis dalam suatu media massa pers, tentunya sangat menentukan perjalanan kondisi bangsa ke depan. Tanpa Jurnalis Segala hal tentang kejadian peristiwa yang ada dan hadir disekeliling kita, kita tidak akan pernah tahu apabila tanpa adanya suatu konfirmasi informasi berita dari para jurnalis. Dalam kiprahnya seorang jurnalis meliput, mengumpulkan, mengolah dan menayangkan berita pada publik.
Stabil dan goyahnya suatu kondisi lingkungan salah satunya karena andil jurnalis sebagai mata dan telinganya media massa pers. Ketika terjadinya suatu peristiwa atau kejadian seorang jurnalis hadir disana untuk melakukan liputan, selanjutnya mengkonfirmasi sumber-sumber yang terkait dengan peristiwa tersebut, bahkan memverifikasi ulang sumber-sumber informasi untuk mendapatkan keakuratan fakta berupa catatan-catatan data dan dokumentasi.
Selanjutnya mengolah hasil liputan tentunya melalui proses seleksi redaksi, terakhir disebarluaskan berupa informasi berita pada publik. Pada publiklah informasi berita di persepsi dan di interpretasi untuk mendapatkan pemahaman makna dibalik informasi-informasi berita yang diterimanya. Hanya cukup sampai disana? Tidak, ternyata informasi yang diterima oleh publik diterima secara serempak oleh publik dalam jumlah banyak, sehingga kemungkinan terjadinya pembentukan opini publik, apabila informasi berita yang disebarluaskan mengenai suatu peristiwa yang sedang menjadi perhatian publik akan tercipta.
Pada prinsipnya proses berita yang dilakukan oleh jurnalis dalam media massa pers ini, merupakan salah satu dasar esensi praktik sistem demokrasi. Dimana secara khusus adanya Kebebasan pers yang harus dijaga selama proses kegiatannya. Implikasinya bukan hanya hak bagi para jurnalis tetapi juga hak fundamental bagi setiap warga negara untuk menerima informasi yang akurat, objektif, netral, berimbang dan tidak bias.
Tanpa kebebasan pers, akuntabilitas kekuasaan akan tergerus, korupsi akan merajalela dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan hanya menjadi sebuah ilusi. Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers menandaskan bahwa ”Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum” (Pasal 2). Dengan klausul ini, jelas sekali bahwa pers memposisikan dirinya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, atau “kepanjangan tangan rakyat”. Karena negara ini milik rakyat, maka pers perlu diberikan kebebasan seluasnya untuk melaksanakan amanat rakyat tadi. Lesmana (2023)
Esensi Kebebasan Pers
Makna esensi kebebasan pers adalah praktik konsep demokrasi secara universal yang diturunkan dalam aturan khusus dan telah ditetapkan dalam UU no 40 tahun 1999 tentang pers. Beberapa hal yang menjadi nilai-nilai kebebasan pers dapat kita lihat dalam fungsi-fungsi pers. Salah satunya adalah pers berperan sebagai pengawas yang memantau dan mengawasi kinerja pemerintah, lembaga negara dan kekuatan ekonomi. Melalui investigasi, pelaporan kritis dan pengungkapan fakta, pers memastikan bahwa mereka yang berkuasa bertindak sesuai hukum dan kepentingan publik.
Dalam informasi esensi kebebasan pers menjamin aliran informasi yang bebas dan beragam kepada masyarakat, hal ini mencakup berita tentang peristiwa terkini, analisis mendalam tentang isu-isu kompleks dan pelaporan tentang berbagai sudut pandang. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam kebebasan pers ini, pers menyediakan platform bagi berbagai ide, opini, perspektif untuk didiskusikan secara terbuka sifatnya dialektika. Ini penting untuk mendorong opini publik, mendorong dialog konstruktif dan mencapai konsesus sosial.
Pers dapat menjadi suara bagi orang-orang marginal dan mereka yang hak-haknya dilanggar. Melalui reportase berita tentang ketidakadilan, diskriminasi dan pelanggaran HAM. Pers dapat menarik perhatian publik dan menekan pihak berwenang untuk mengambil tindakan.
Tantangan kebebasan Pers
Tidak mudah memang untuk menjaga kebebasan pers ini, faktanya masih banyak persoalan-persoalan berupa tantangan yang harus dihadapi oleh pers. Regulasi yang terkadang membuat ambigu dalam interpretasi. UU no 40 tahun 1999 adalah UU nya pers. Namun terkadang pula untuk persoalan-persoalan tertentu UU no 11 2008 mengalami perubahan menjadi UU no 1 tahun 2024 tentang ITE bisa masuk ke wilayah UU pers. Sehingga kehati-hatian seorang jurnalis dalam menjalankan tugas dan selalu mendasarkan diri pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik tetap menjadi prioritas utama.
Berubahnya konsep pendapatan iklan ke platform digital, dimana media-media besar lebih kuat dan dominan dalam pengelolaannya, berkurangnya anggaran pemerintah sebagai salah satu media partner tentunya membawa tekanan ekonomi tersendiri bagi industri media massa pers. Hal ini dapat menyebabkan pemotongan anggaran untuk liputan-liputan investigasi, menurunnya kualitas jurnalisme dan PHK jurnalis.
Maraknya berita palsu hoaks dan fake melalui media sosial, tentunya membawa dampak pengaruh pada media massa pers arus utama. Hal ini tentunya akan menjauhkan publik pada media massa pers arus utama. Ini menyulitkan bagi publik untuk membedakan antara fakta dan opini, publik lebih cenderung melihat sumber-sumber informasi dari media sosial.
Kebebasan pers bukanlah kemewahan, melainkan fondasi bagi masyarakat yang berpengetahuan, demokratis dan berkeadilan. Melindunginya berarti melindungi hak setiap individu untuk mengetahui kebenaran dan berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik.
Semoga…
(Redaksi Warta Perwira)