04.10.2025
Memaknai Dinamika Kepengurusan dalam Partai Politik

Ilustrasi pemilihan ketua partai politik (Dok : iStock)

WARTA PERWIRA.COMPartai politik selalu mengalami dinamika, begitu pula sejarah dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali berulang, pada tahun 2025 ini antara kubu Muhammad Mardiono dan kubu Agus Suparmanto. Masing-masing pihak mengklaim mendapat dukungan dan terlegimitasi dalam muktamar yang telah diselenggarakan.

Seolah-olah menegaskan suatu tradisi di PPP, ketika pemilihan ketua umum akan selalu terjadi dinamika berupa konflik kepengurusan. Sebut saja Jailani Naro tahun 1979, Suryadharma Ali didukung Djan Faridz dan Sekjen PPP M. Romahurmuziy serta Wakil Ketua PPP Emron Pangkapi, pencopotan Suharso Monoarfa sebagai ketua umum PPP.

Informasi terakhir Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan  Yusril Izha Mahendra mewakili pemerintah, secara terang benderang akan netral dan mempersilahkan pada pihak yang berseteru di PPP untuk menyelesaikannya secara internal, masing-masing pihak untuk menyerahkan surat kepengurusan terbaru, disertai dokumen pendukung.

“Pemerintah akan menggunakan satu-satunya pertimbangan, yaitu pertimbangan hukum, dalam mengesahkan pengurus partai politik,” kata Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo (Tempo 29 /9/ 2025).

Kita sebagai masyarakat tinggal menunggu waktu, siapa nantinya kepengurusan PPP yang akan muncul secara legal formal, Muhammad Mardiono atau Agus Suparmanto sebagai ketua umum PPP periode 2025-2030 hasil muktamar X.

Persoalan dinamika dalam suatu partai politik kerap terjadi, ketika segala sesuatu hal terkait dengan hasrat manusia untuk mencapai suatu ambisi cita-cita sepertinya tidak pernah padam sebaliknya semakin menyala semangatnya untuk mewujudkannya, berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu. Apalagi apabila ketika berada dalam lingkaran organisasi  politik.

Menyitir pendapat  Edmund Burke (2005) partai politik adalah lembaga yang terdiri dari atas orang-orang yang bersatu, untuk mempromosikan kepentingan nasional secara bersama-sama, berdasarkan prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka setujui.

Sedangkan menurut Carl J. Friedrich (1967) partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil, dengan tujuan membuat atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal ataupun materil.

Seolah sudah menjadi mahfum partai politik dijadikan kendaraan untuk meraih kekuasaan, keterkenalan, kehormatan, keberadaan. Padahal apabila kita telaah lebih jauh tentang partai politik secara esensi adalah sebuah organisasi yang menjadi wadah aspirasi rakyat, untuk terlibat dalam pengelolaan negara dalam sistem politik kekuasaan melalui jalan pemilu dan didalamnya melekat tanggung jawab pada rakyat.

Hakikat bergabung ke Partai Politik

Dalam  konsep demokrasi dan peraturan perundangan yang berlaku di Negara Indonesia, siapapun di beri ruang untuk berekpresi, berpartisipasi dalam suatu organisasi politik dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam sistem politik kekuasaan.  

Dalam partai sendiri sebenarnya kita di orientasikan menerjemahkan visi dan misi partai atas dasar kepentingan rakyat, selanjutnya apabila kita masuk sistem poltik kita di tuntut untuk mengeksekusi visi misi partai melalui legislatif, eksekutif. Apabila kita lihat konsep dasarnya sangatlah berat dan mulia ketika kita aktif di partai.

Bergabung dan aktif ke partai, secara konsep politik sebenarnya merupakan jalan untuk mengabdi pada rakyat. Dalam hal ini bagaimana kita meng-agregrasi dan meng-artikulasi kepentingan rakyat untuk kemudian diwujudkan dalam program, visi, misi dan kebijakan politik

Dalam prosesnya kita memberikan makna pemahaman mengenai konsep nilai demokrasi,  berpolitik yang baik dan benar (literasi politik pada masyarakat), mengontrol jalannya pemerintahan agar tetap concern dengan kepentingan rakyat.  Dan dalam konteks informasi komunikasi menjalin hubungan baik dengan media massa.

Undang-undang no 2 tahun 2011 tentang partai politik pasal 11 ayat 1 menegaskan pemahaman diatas, bahwa partai politik menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat luas agar sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertanyaannya adalah, dinamika konflik memperebutkan suatu posisi tertinggi sebagai ketua umum partai politik untuk apa? Tentunya jawaban yang hadir tidak tunggal jelasnya pasti beragam. Tergantung bagaimana  politik di maknai secara konsep ideal atau secara politik praktis.

Memaknai  aktif di partai politik

Pastinya  fungsi mulia dan mengabdi pada rakyat  melalui keaktifan di partai politik, tetap menjadi prioritas utama bagi siapapun. Sehingga sistem politik dapat berjalan dengan baik melalui kader-kader partai yang nantinya akan mengisi unsur-unsur sistem politik melalui legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Kontribusi program partai politik dalam keseharian harus terlihat dan terasa dilingkungan masyarakat. Begitu pula dalam siklus 5 tahunan dalam pesta demokrasi melalui pemilu, direncanakan sebaik mungkin oleh  partai untuk mempersiapkan program-program terbaiknya, menyeleksi kader-kader  terbaiknya, dengan agenda utama adalah mewujudkan kepentingan rakyat.

Esensi ini tentunya menjadi pemahaman dasar awal bagi seluruh aktivis partai politik, hal ini perlu dilakukan dalam kerangka sinkronisasi tujuan dan fungsi dibentuknya partai politik oleh masyarakat. Sehingga benang merahnya dengan kepentingan rakyat tetap terjaga dengan baik.

(Redaksi Suara Utama)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *