
WARTAPERWIRA.COM, Senin ( 22/9) – Pemilihan kepala daerah sudah usai. Bupati telah dilantik, dan roda pemerintahan mulai berjalan. Namun menarik untuk disoroti, beberapa orang yang dulunya tergabung dalam tim sukses yang dulu sangat aktif membela dan memenangkan sang calon kini justru berubah menjadi pihak yang berseberangan. Mereka tak lagi memuji, tapi mulai mengkritik. Apa yang sebenarnya terjadi?
Mengapa Dulu Tim Sukses Kini Jadi Oposisi?
Perubahan sikap ini bukan hal baru dalam dunia politik. Dalam banyak kasus, tim sukses bekerja berdasarkan kontrak politik yang sifatnya tidak tertulis. Mereka membantu pemenangan, dan setelah calon terpilih, mereka berharap mendapat imbalan: bisa berupa posisi strategis, akses terhadap proyek, atau bentuk lain dari keuntungan politik.
Ketika harapan itu tidak terwujud, rasa kecewa pun muncul. Apalagi jika mereka merasa telah berjuang keras di masa kampanye, namun setelah menang, justru dilupakan. Kekecewaan ini kemudian berkembang menjadi sikap oposisi. Ada juga yang merasa bahwa peran mereka sudah selesai. Kontrak politik dianggap selesai ketika imbalan sudah diterima. Setelah itu, tidak ada lagi keterikatan. Mereka merasa bebas mengambil posisi baru, termasuk menjadi pihak yang kritis terhadap kebijakan bupati yang dulu mereka dukung.
Namun, ada pula yang berseberangan karena alasan prinsip. Mereka mungkin merasa bahwa arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah saat ini tidak sesuai dengan janji-janji kampanye. Mereka lalu memilih bersuara dari luar sistem, demi menjaga konsistensi dan idealisme yang dulu mereka bawa saat berkampanye.
Dalam situasi seperti ini, masyarakat perlu cermat membaca dinamika politik. Kritik terhadap pemerintah itu penting, terutama jika ditujukan untuk mengingatkan, mengoreksi, dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun kritik juga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas apakah murni karena niat membangun, atau hanya karena tidak lagi mendapat posisi dan kepentingan pribadi terganggu.
Sebaliknya, bagi para pemimpin daerah, penting untuk menyadari bahwa politik adalah soal amanah, bukan soal balas jasa. Rakyat memilih bukan hanya karena janji, tetapi karena harapan akan perubahan. Maka, menjaga komitmen terhadap visi dan janji kampanye jauh lebih penting daripada melayani satu per satu kepentingan politik.
Demokrasi akan berjalan sehat jika semua pihak baik yang di dalam pemerintahan maupun yang di luar menjalankan peran secara jujur, adil, dan bertanggung jawab. Oposisi yang baik adalah yang mengkritik dengan data dan solusi, bukan dengan dendam atau kepentingan pribadi.
(Redaksi Warta Perwira)