24.08.2025
Ketika Phubbing Selalu Terabas Etika

Ilustrasi Phubbing disela dua orang sedang berkomunikasi (Sumber : iStock Photo)

“Cape saya bila bicara sama dia setiap saya bicara serius, dia selalu abai dan matanya selalu tertuju pada ponselnya,” lucu ya?

WARTAPERWIRA.COM-Selintas biasa saja keluhan pernyataan diatas yang disampaikan seseorang pada kita, bisa jadi hal tersebut merupakan salah satu bagian dari warna dalam suatu dialog percakapan, diantara orang-orang. Dalam komunikasipun hal wajar ketika komunikasi dilakukan secara kombinasi antara verbal dan non verbal. Semua dilakukan dalam rangka memahami pertukaran makna yang saling disampaikan dan ditanggapi.

Namun apabila kita cermati, sepertinya tidak pas ketika kita terlibat dalam suatu dialog percakapan baik secara personal maupun dengan kelompok. Apabila lawan bicara kita sewaktu-waktu lihat ponselnya, bahkan ketika kita berbicara inti materi pembicaraan, dengan sengaja lawan bicara kita matanya tetap fokus ke ponselnya terus mengetik. walaupun mulutnya menanggapi pembicaraan kita.

Kesan terlintas, sepertinya tidak serius menanggapi kita berbicara dengannya bahkan kita dianggap tidak ada. Suasana inipun dapat kita lihat dalam situasi kondisi formil sekalipun, ketika dalam suatu pertemuan atau rapat ketika pimpinan rapat ataupun anggota rapat yang sedang menyampaikan pendapatnya  sebagian diam seolah-olah mengikuti jalannya pertemuan tersebut, namun serius dan sibuk dengan ponselnya. Tidak ada larangan sebetulnya, ketika ada sebagian orang sibuk dengan ponselnya walaupun diikat dalam suatu komunikasi formil maupun non formil. Jujurlah hal ini sering kita temukan dalam keseharian.

Padahal dalam konteks etika ada hal yang menjadi kepatutan dan kepantasan pada seseorang, ketika berbicara dengan orang lain atau kelompok ataupun sebaliknya.  Kondisi tersebut menumbuhkan kesan pada kita, orang-orang tersebut kurang memahami etika dalam berbicara. Seakan hadir dalam suatu suasana dialog percakapan ataupun pertemuan formil, baginya hanyalah merupakan syarat formalitas dan tidak begitu penting. Seharusnya dalam proses komunikasi percakapan yang dibangun adalah saling memperhatikan, menanggapi dan menyetujui apa yang menjadi hasil dari suatu pembicaraan.

kebiasaan abai dalam berkomunikasi dan selalu fokus dengan ponselnya, kita kenal dengan istilah Phubbing (Phone dan Snubbing). Haigh dalam Chotpitayasunondh & Douglas, (2018) mengartikan phubbing sebagai perilaku menyakiti lawan bicaranya dengan lebih mengutamakan smartphonenya. Sedangkan pendapat  (Karadag et.al. 2015) menyebutkan bahwa phubbing dapat digambarkan sebagai individu yang melihat telefon genggamnya saat berbicara dengan orang lain, sibuk dengan smartphonenya dan mengabaikan komunikasi interpersonalnya.

Sebaliknya apabila kebiasan Phubbing ini secara tidak sadar kita lakukan secara terus-menerus, kesan yang akan terbentuk dari orang  melihat kita sebagai profil yang tidak serius, selalu meremehkan orang lain, dan selalu mengangap orang lain tidak pernah ada, walaupun menjadi bagian dalam suatu dialog percakapan komunikasi. Jelasnya orang akan melihat kita sebagai orang yang tidak mempunyai etika.

Phubbing seolah-olah menurut kita hal biasa, namun jangan pernah lupa di luar kita orang-orang yang bertemu dengan kita beragam latar belakang, artinya ada diantara orang-orang yang berkomunikasi dengan kita memahami etika dan menilai etika kita. Sangat disayangkan apabila kita misal mempunyai peran sosial penting dalam masyarakat, namun ketika masuk pada suatu ranah dialog komunikasi percakapan peran yang melekat pada diri kita,  nilai kualitasnya akan berkurang dimata publik karena kebiasaan phubbing etika.

Etika sebagai kesadaran nilai dalam Phubbing

Memahami etika sebagai sebuah kesadaran yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam berkomunikasi tentunya menjadi  kebutuhan kita dalam berinteraksi, dalam kerangka menjaga hubungan baik dengan orang lain atau siapapun juga.  Selanjutnya kemampuan dalam melihat dan membaca situasi dan kondisi pada saat berkomunikasi merupakan bagian dari kesadaran kita dalam berkomunikasi yang baik, baik secara personal maupun kelompok. K Bertens (1994) menegaskan bahwa etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang/suatu kelompok masyarakat dalam mengatur perilakunya.

Etika dijadikan rambu-rambu bagi kita, ketika dalam berkomunikasi  kita secara tidak sadar masuk pada kebiasaan Phubbing, dikondisikan oleh kita sendiri bahwa ketika kita masuk situasi Phubbing, kita bayangkan ada sanksi sosial yang setiap saat akan hadir dalam hidup kita dari siapapun orang-orang yang berkomunikasi dengan kita. Sanksi sosial dalam Etika bisa berupa : dikucilkan, menjadi bahan pembicaraan, dan ketidaknyamanan bagi orang lain.

Sikap untuk selalu menghormati dengan orang yang kita ajak berkomunikasi, tentunya merupakan suatu bentuk penghargaan kita pada orang lain, yang kita temui dengan siapapun termasuk dengan keluarga kita. Sikap menghormati dapat di wujudkan dalam bentuk : bahasa yang santun, tidak pernah memotong pembicaraan, memperhatikan  dengan seksama lawan bicara kita dengan bersungguh-sungguh.

 Menghapus kebiasaan Phubbing

Memang suatu hal yang tidak dapat kita tolak dan pungkiri mengenai kebiasaan Phubbing, namun apabila lebih banyak nilai mudaratnya, mengapa tidak kita hapus kebiasaan tersebut dalam situasi apapun terutama pada saat kita berada dalam situasi dialog percakapan. Agar nama kita tetap terawat dan terjaga dengan baik.

Memulai dengan nyata, diawali dalam lingkungan keluarga pada saat berkomunikasi mengedepankan etika dalam berbicara. Hal ini menjadi dasar selanjutnya dalam berkomunikasi dengan orang lain dalam lingkungan yang berbeda. Lainnya dibiasakan sebelum berkomunikasi atau diundang dalam suatu pertemuan, kita ingatkan pada relasi-relasi kita bahwa kita minta waktu untuk sementara, mereka tidak berkomunikasi terlebih dahulu dengan kita, dan kita sampaikan pula untuk sementara ponsel dimatikan.

Biasakan dalam satu jam setengah, kita  tidak menggunakan ponsel kita namun mengedepankan intensitas komunikasi dialog dengan orang lain secara faktual, sehingga keseimbangan kualitas berkomunikasi kita, baik secara langsung maupun melalui ponsel dapat terkelola dengan baik. Tentunya hubungan baik dengan orang-orang akan senantiasa berada dalam vibes positif selalu.

(Redaksi Warta Perwira)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *