02.08.2025
Ketika Kepentingan Mengalahkan Segalanya

Ilustrasi kepentingan Pribadi dan Publik (Sumber : Freepik)

WARTAPERWIRA.COM-Pernahkah kita melihat dalam suatu potret kehidupan, sekumpulan orang berkumpul dalam suasana santai dipojok warung kopi yang sedang asyik ngobrol  ringan tentang berbagai hal kehidupan. Obrolan mereka terkadang sampai larut malam, dimana semua orang sudah seharusnya pulang ke rumah untuk beristirahat. Padahal apabila kita cermati yang diobrolkan tidak lebih penting ketika mereka harus istirahat untuk memulai aktifitas kembali pada pagi harinya.

Dorongan seseorang atau siapapun termasuk kita ketika melakukan suatu kegiatan, tentunya tidak didasari alasan kosong semata yang tidak jelas. Namun ada berbagai alasan yang mendasari setiap orang untuk beraktifitas, terutama yang terkait dengan nilai manfaat, bernilai atau dibutuhkan oleh kita pada siapapun yang berinteraksi dengan kita. Kita mengenal ketiga nilai tadi dalam istilah yang sering kita ucapkan dan lakukan, adalah Kepentingan. Sumarti (2007) menegaskan bahwa kepentingan adalah sesuatu yang mendorong tindakan individu-individu pada beberapa tingkatan yang mendasar. Lebih lanjut, kepentingan merupakan fenomena sosial yang intens. Individu lain harus dipertimbangkan ketika seorang aktor berupaya untuk merealisasikan kepentingannya.

Sedangkan dalam KBBI kepentingan adalah, keperluan, kebutuhan (kbbi.web.id ). Dari dua pengertian diatas dapat kita pahami bahwa, ketika kita melakukan suatu kegiatan, tindakan yang banyak memberikan  manfaat, bernilai dan dibutuhkan karena ada keperluan kita didalamnya maka kepentingan akan berfungsi melalui tindakan kita.

Suatu kepentingan dapat hadir dimana saja, ketika kehidupan manusia ada dan berdinamika dalam hidup. Sepertinya apa yang kita lakukan dalam hal apapun dalam konteks hubungan sosial hal dasar yang menjadi alasan kepentingan kita tentunya mendorong kita untuk berkegiatan, beraktifitas baik pada perorangan, kelompok dan publik.

Namun kepentingan itu sendiri apabila kita merujuk pada pemikiran Roscoe Pound dalam Sidharta (2016) membedakan kepentingan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kepentingan individual, (2) kepentingan publik, dan (3) kepentingan sosial. Kelompok kepentingan pertama berada dalam lingkup kepentingan kedua, dan pada akhirnya kedua kelompok tersebut berada dalam koridor kepentingan terakhir.

Persoalannya adalah kita terkadang tidak dapat membedakan diantara ketiga kepentingan tersebut, adakalanya kita bertindak melakukan sesuatu seolah-olah untuk kepentingan publik atau sosial yang lebih luas, namun faktanya tidak terlepas dari kepentingan pribadi kita. Kita dapat melihat kepentingan secara kentara dalam dunia politik. Karena ketika bicara politik secara praktis kita bicara tentang apa-apa saja yang menguntungkan, mempunyai manfaat dan bernilai bagi kita.

Ketika peran kita berkaitan dengan publik yang lebih luas, tentunya lebih bijak kita mengutamakan kepentingan publik dan sosial, kepentingan pribadi-kelompok kita abaikan terlebih dahulu atau minimal seimbang antara kepentingan pribadi dan publik.  Sebaliknya apabila ketiga kepentingan diatas dilakukan secara semu, yang ada kita akan melihat orang-orang yang berjalan diluar kepatutan nalar maupun logika kita yang menjadi suatu nilai kebenaran.

Bahkan jelasnya akan berhubungan dengan relasi kuasa yang tidak seimbang dan selaras bagi kehidupan sosial. Misal kasus-kasus hukum yang tidak pernah tuntas, padahal publik dengan rasionalitas jernih dapat melihat bahwa persoalannya akan selesai, namun faktor “kepentingan” terkadang mengalahkan segala hal yang bernuansa logika hukum.

Kelola kepentingan

Jernih dan menyadari makna kepentingan bagi kita adalah hal yang sangat menentukan, ketika kita akan melakukan suatu kegiatan di ruang publik. Kejernihan logika kita ketika penggunaan kepentingan dilakukan secara tepat tidak merugikan siapapun, artinya mampu membedakan mana yang menjadi kepentingan individu-kelompok maupun kepentingan publik.

Membuat garis tegas mengenai makna : bermanfaat, bernilai dan dibutuhkan karena makna-makna kata ini seringkali bermakna ambiguitas, secara selintas untuk kepentingan publik, namun setelah ditelaah kembali ternyata lebih dominan kepentingan pribadi-kelompok.

Lalu dibiasakan untuk selalu melihat suatu hal secara seimbang, artinya dilihat plus minusnya. Kemampuan melihat dari dua sisi, mampu mengarahkan kita pada kemampuan untuk selalu netral. Walaupun makna netral itu sendiri belum tentu netral bagi yang lainnya. Minimal tidak merugikan orang lain.

Selalu berpijak pada landasan etis dan objektif, artinya dalam melihat dan bertindak apapun senantiasa bersandarkan pada etika dan fakta-fakta yang ada dilapangan secara apa adanya. Etika menjadi rambu-rambu bagi kita dalam berkegiatan apapun dan menjaga untuk senanfiasa konsisten pada hal-hal yang menjadi kepatutan publik.

Bagaimana mencari penjelasan berikutnya, semuanya ada pada diri kita sebagai penentunya..

(Redaktur Warta Perwira)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *