
WARTAPERWIRA.COM, Senin (17/11) – Dalam iklim politik yang dinamis, kritik merupakan bagian penting dari proses demokrasi. Ia bukan hanya muncul dari pihak oposisi, tetapi kadang datang dari kubu partai pengusung. Seperti itulah situasi yang kini terjadi di Purbalingga. Salah satu suara kritis datang dari Adi Yuwono, anggota DPRD dari Gerindra, yang juga merupakan bagian dari koalisi partai pengusung Bupati Fahmi Dimas pada Pilkada lalu. Kritik ini bukan sekadar sorotan politis, melainkan sebuah bentuk keprihatinan atas beberapa persoalan mendasar dalam kepemimpinan daerah.
Sorotan Utama Partai Pengusung
Pertama, sejumlah dinas strategis pemilik anggaran besar kini masih dipimpin oleh pejabat pelaksana tugas (Plt). Hal ini semakin menguatkan kesan bahwa proses struktural organisasi perangkat daerah belum tuntas dan cenderung diperlambat. Padahal, komitmen untuk membentuk struktur pemerintahan yang kuat dan transparan adalah janji awal yang semestinya segera diwujudkan.
Kedua, soal penataan dan penegakan Peraturan Bupati Nomor 94 Tahun 2019 tentang Penataan PKL (Pedagang Kaki Lima). Regulasi ini mengatur bahwa PKL diberi ruang dan hak yang jelas dalam alokasi tempat usaha. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kehadiran pedagang di kawasan Alun-Alun justru membuat kawasan relokasi seperti Purbalingga Food Center (PFC) menjadi sepi dan merugi. Pelaksanaan Perbup seolah berjalan mundur. Pedagang yang seharusnya dilindungi, kini justru merasa dirugikan akibat ketidakpastian kebijakan.
Ketiga, perihal ketidakhadiran Bupati dalam tiga rapat paripurna penting DPRD, tanpa sekalipun mengutus perwakilan. Padahal, dalam tata kelola pemerintahan daerah, sinergi antara eksekutif dan legislatif adalah fondasi utama pembangunan. Fakta bahwa hingga surat resmi DPRD pada 24 Oktober lalu belum mendapat respons, menjadi sinyal kurang baik, terlebih jika dikaitkan dengan pentingnya pembahasan RAPBD 2026 yang menurut aturan harus ditetapkan akhir bulan ini.
Kami di Redaksi Warta Perwira memandang bahwa kritikan dari Kekecewaan partai pengusung ini bukan sekadar polemik politik dalam lingkaran kekuasaan. Ini adalah panggilan moral dan administratif untuk pembenahan tata kelola daerah. Sudah saatnya Bupati Fahmi, sebagai kepala daerah terpilih, mengedepankan komunikasi politik yang sehat, memprioritaskan kepastian regulasi, dan mendengar suara dari pihak-pihak yang dulunya ikut membesarkan komitmennya untuk memimpin Purbalingga.
Kekecewaan dari dalam adalah sinyal paling jelas bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki. Bila suara pengusung saja sudah mulai goyah, maka jangan biarkan kepercayaan publik ikut tergelincir.
Redaksi Warta Perwira meyakini bahwa ketegasan dalam prinsip, konsistensi implementasi peraturan, serta langkah transparan dalam tata kelola pemerintahan adalah kunci agar Purbalingga tidak hanya membangun fisiknya, tetapi juga watak kepemimpinannya.
Kami menanti langkah perbaikan yang nyata. Demi Purbalingga yang lebih baik, dan demi kepercayaan warga yang telah memberi mandat.
( Redaksi Warta Perwira )