
WARTAPERWIRA.COM, Minggu (19/10) – Insiden ambruknya tembok proyek toserba berlantai empat yang menimpa kantor PLN ULP Purbalingga bukan sekadar catatan musibah, melainkan peringatan serius atas lemahnya pengawasan konstruksi di area vital publik. Terlebih, pihak PLN telah terlebih dahulu menyampaikan peringatan karena material bangunan berkali-kali jatuh ke atap kantor mereka. Artinya, tanda bahaya sebenarnya sudah muncul sebelum kejadian ini berlangsung.
Minim Pengawasan, Proyek Berjalan Tanpa Kontraktor Resmi
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa proyek ini ditangani langsung oleh pemilik tanpa kontraktor resmi, sementara penerapan standar keselamatan kerja (K3) diduga belum dijalankan secara maksimal. Lebih jauh lagi, aktivitas proyek tetap berlanjut sesaat setelah insiden, tanpa penghentian sementara untuk evaluasi struktural. Langkah ini wajar menimbulkan kegelisahan publik.
Insiden di Proyek Kantor PLN: Di Mana Peran PUPR dan DPMPTSP?
Dalam konteks ini, perhatian publik secara alami tertuju pada Dinas PUPR dan DPMPTSP, sebagai dua institusi kunci yang memiliki kewenangan dalam penerbitan perizinan, pengawasan teknis, dan penegakan standar keselamatan konstruksi. Pertanyaannya jelas:
- Apakah proyek ini telah sepenuhnya melalui prosedur perizinan sesuai aturan?
- Apakah pengawasan lapangan telah dilakukan secara aktif, bukan sekadar administratif?
Jika kelalaian terbukti menyebabkan luka berat kepada pekerja atau masyarakat, maka konsekuensinya tidak sebatas teguran birokratis, melainkan dapat memasuki ranah hukum.
Dalam kasus seperti ini, pemerintah daerah tidak memiliki ruang untuk menunda langkah. Tindakan minimal yang diharapkan publik adalah penghentian sementara proyek, audit perizinan dan struktur, serta transparansi informasi atas hasil temuan awal.
Tidak ada ruang untuk menganggap peristiwa ini sebagai insiden biasa.
(Redaksi Warta Perwira)