11.11.2025
Inklusivitas  Desain Kota Mewujudkan Ruang Hidup Aman dan Bermartabat Bagi Perempuan.

(Dok : komnasperempuan,go.id)

JAKARTA, WARTA PERWIRA.COM Senin (10/11) – Pembangunan tata ruang dan perencanaan kota sudah selayaknya berlandaskan pada prinsip hak asasi manusia. Hal inipun tidak dipahami secara teknis tentang pembangunan infrastruktur. Namun pemahaman akan hak azasi Perempuan dalam suatu  ruang yang terlindungi, memiliki tempat tinggal yang layak, terbebas dari kekerasan dan selalu terlibat aktif dalam kegiatan pembangunan. Hal ini merupakan salah satu penekanan yang di sampaikan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam peringatan Hari Perencanaan Kota Sedunia. Jakarta Minggu, 9/10/2025.

Tercatat 22 pengaduan sepanjang tahun 2020-2024 penggusuran, konflik tata ruang dan pembangunan berskala besar yang berdampak langsung terhadap perempuan. Persoalan tersebut merupakan persoalan yang kerap terjadi karena adanya proses pembangunan tanpa konsultasi, unsur koersif, intimidasi, pelecehan dan kriminalisasi terjadi secara berulang pada perempuan.

“Perempuan menjadi pihak yang paling terdampak karena keterhubungan mereka yang kuat dengan ruang hidup, pengasuhan keluarga, dan sumber penghidupan. Ketika rumah dan lingkungan mereka digusur, perempuan tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga kehilangan ruang sosial, dukungan komunitas, dan rasa aman yang menopang kehidupan sehari-hari. Banyak dari mereka harus memulai kembali dalam kondisi yang tidak menentu dan menghadapi stigma sebagai penghambat pembangunan,” ujar Komisioner Yuni Asriyanti.

Pengabaian suara, pengalaman dan keterlibatan perempuan  dalam proses pembangunan, merupakan diskriminasi dan pengabaian pelaksanaan prinsip hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945, yang mengakui hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Rekomendasi Umum CEDAW No. 19 dan No. 35 juga menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan, termasuk yang timbul akibat kebijakan dan perencanaan pembangunan yang diskriminatif, merupakan bentuk pelanggaran terhadap kewajiban negara untuk menghapus diskriminasi.

Tingkat partisipatif, transparansi, berkeadilan gender merupakan hal wajib dalam setiap tata  ruang Pembangunan, Perempuan dan kelompok rentan yang dilindungi dari penggusuran dan proyek pembangunan wajib dilindungi oleh negara.

Kesejahteraan dan keadilan bagi perempuan

Menurut komisioner lainnya Sundari. menyerukan penghentian praktik kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap warga dalam proses penataan kota, serta menegaskan bahwa perencanaan dan pembangunan kota harus menjadi sarana kesejahteraan dan keadilan, bukan sumber ketakutan karena kota yang adil bagi perempuan dan kelompok rentan adalah kota yang adil bagi semua.

Aman dan dihargai bagi perempuan

Sementara di tempat terpisah, menurut salah satu akademisi Universitas Multi Media Nusantara (UMN), Dr. Kristina Nurhayati, M.IKom. Kota bukan Cuma soal gedung tinggi jalan lebar atau taman yang indah. Lebih dari itu, kota adalah ruang hidup dan  tempat dimana perempuan merasa aman, dihargai serta bisa berkembang tanpa rasa takut.

Lanjutnya, jika ada pembangunan yang mengorbankan ruang hidup warga terutama perempuan, dampaknya akan besar. Mereka bukan cuma kehilangan rumah, tapi juga ruang sosial tempat mereka bertumbuh.

“Prinsip partisipasi, transparansi dan keadilan gender dalam perencanaaan  kota bukan cuma jargon, tapi komitmen moral yang menunjukkan seberapa beradabnya sebuah kota.” pungkasnya.

(Redaksi Warta Perwira)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *