Ilustrasi seorang Pejabat Publik (dok : unsplash)
WARTA PERWIRA.COM-Siapapun yang di beri kepercayaan untuk menjalankan sebuah Jabatan Publik tentunya tidak sembarang orang, setidaknya ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi berdasarkan standar objektifitas yang ditentukan. Pemberian jabatan merupakan suatu kehormatan bagi seseorang, karena dinilai mempunyai kapasitas dan kemampuan.
Sebuah jabatan yang melekat, secara sendirinya akan melekat dengan segala hal yang terkait dengan otoritas dan wewenang yang dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat suatu kebijakan-kebijakan. Otoritas dan wewenang ini, biasanya akan beririsan dengan politik. Terutama dalam proses-proses politik yang dilakukan.
Hassan Shadily mengemukakan bahwa wewenang (authority) ini sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, supaya sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan. Lalu menurut Malayu S.P Hasibuan (2008), berpendapat bahwa wewenang adalah kekuasaan yang sah dan legal yang dimiliki oleh seseorang untuk memerintah orang lain, berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Jadi sebuah jabatan memberikan hak khusus pada seseorang yang mengemban, untuk menjalankan putusan-ptusan berdasarkan wewenangnya. Hal ini tentunya memberikan penegasan bahwa seorang pejabat publik mampu membuat suatu putusan untuk tujuan lembaga yang dipimpinnya. Tentunya wewenang yang menjadi dasar adalah wewenang berdasarkan aturan main yang berlaku secara formil dan kelembagaan.
Sangat ironis jabatan yang diemban tidak selamanya mulus dijalankan oleh seseorang pengemban, tidak sedikit pula kasus-kasus yang akhirnya menjerat dan menjatuhkan seorang pejabat dalam persoalan hukum. Kasus OTT Wamennaker RI Immanuel Ebenezer adalah salah satunya, bagaimana seorang pejabat publik tidak mampu menjalankan amanah jabatannya yang diembannya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap perusahaan dalam pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
Noel Ebenezer—panggilan akrab Immanuel Ebenezer—diringkus KPK melalui gelar operasi tangkap tangan atau OTT KPK yang dilakukan pada Rabu, 20 Agustus 2025. Dalam operasi tersebut, KPK meringkus 14 orang di berbagai lokasi yang terdiri atas pegawai di Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak swasta. (Tempo, 24/8/2025).
Gambaran kasus diatas mencerminkan bahwa jabatan publik dengan segala kewenangannya tidak dipahami sebagai suatu amanah yang harus dijalankan dan dipertanggung jawabkan secara profesional. Jabatan publik hanyalah dipandang sebagai alat untuk meraih segala hal yang diinginkan, terutama hal-hal yang sifatnya materi oriented.
Jabatan Publik adalah nasib beribu orang
Memahami makna sebuah jabatan publik secara dini bagi seseorang yang sadar dengan segala kapasitas dan pengalamannya, tentunya bukan merupakan suatu kebanggaan, namun merupakan suatu ujian bagi seseorang didalam menjalankan jabatan tersebut. Bayangan yang ada dalam benak adalah : Takut tidak amanah, mengecewakan masyarakat, Baginya sebuah jabatan publik merupakan uji konsistensi profesinya di ranah publik.
Dalam Jabatan publik fasilitas jabatan dengan sendirinya akan diterima, sebagai sebuah konsekuensi jabatan yang diemban. Fasilitas ini sebenarnya bukan merupakan sebuah hadiah ataupun bonus yang menjadi miliknya, namun merupakan bentuk sebuah tanggung jawab yang harus dijalankan secara profesional dan amanah.
Selain itu dalam sebuah jabatan publik menempel atribut-atibut gelar atau sebutan, penghormatan, kewibawaan, protokoler yang menjadi kegiatan dalam kesehariannya. Dalam jabatan pula perlakuan semua orang akan berbeda pada seseorang pengemban, tentunya hak-hak khusus melekat dan diberikan dengan sendirinya oleh pihak lain.
Namun satu hal penting dalam sebuah jabatan publik adalah, dipundak seorang pejabat publik beribu orang bergantung nasibnya pada pejabat publik. Maju tidaknya suatu daerah, sehat, sejahtera tidaknya masyarakatnya semuanya ada dalam genggam kuasa seorang pejabat publik. Kesalahan sedikit saja membuat suatu putusan ataupun melakukan suatu hal-hal diluar nalar kepatutan, resiko besarnya adalah rakyat yang akan menanggung bebannya.
Jabatan publik sifatnya sementara dan tidak abadi, selama memegang dan menjalani jabatan publik selama menjabat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dalam kurun waktu terbatas dengan standar 5 tahun sekali berikan kesan terbaik dengan segala pencapaian dan hasil-hasil kongkrit program kerja yang dapat dirasakan manfaatnya oleh publik atau sebaliknya namanya akan hancur ditengah publik, karena bermasalah.
Konsistensi amanah dalam Jabatan Publik
Ketika suatu jabatan publik hadir dalam diri kita, sinkronisasikan sistem berpikir, sistem ucap dan tindakan kita sebagai sebuah amanah yang harus dijalani secara tegak lurus hanya satu, kepentingan publik yang lebih maslahat. Kita hanyalah sebagai aktor sekaligus media pelaksana dari sebuah jabatan publik.
Jabatan publik sebagai sebuah amanah, tetapkan dalam hati bahwa kepercayaan yang diberikan pada kita, ber-relasi dengan harapan dan keinginan publik akan suatu perubahan nasibnya kearah yang lebih baik. Kita kawal, jaga dan laksanakan dengan sepenuh hati sebagai tuntutan publik yang dibebankan pada kita dan merupakan suatu tugas yang berharga serta mulia di hadapan Tuhan YME.
(Redaksi Warta Perwira)