10.06.2025
Proyek pengaspalan jalan senilai jutaan rupiah di Desa Kembaran Wetan, Purbalingga, baru dua minggu selesai namun sudah rusak parah. Ketiadaan papan nama proyek yang informatif menambah kecurigaan adanya penyelewengan dana desa.
Foto: Proyek pengaspalan jalan senilai jutaan rupiah di Desa Kembaran Wetan, Purbalingga, baru dua minggu selesai namun sudah rusak parah. Ketiadaan papan nama proyek yang informatif menambah kecurigaan adanya penyelewengan dana desa.

Proyek Pengaspalan Jalan di Purbalingga Disorot: Baru Dua Minggu, Aspal Sudah Mengelupas dan Tanpa Papan Nama Transparan!

PURBALINGGA, WARTAPERWIRA.COM  – Pengaspalan jalan yang didanai oleh Anggaran Dana Desa (ADD) senilai jutaan rupiah di Desa Kembaran Wetan, Kecamatan Kaligondang, Purbalingga, menuai kritik keras dari masyarakat. Pasalnya, jalan yang baru rampung dikerjakan sekitar dua pekan tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan parah di tiga titik berbeda, memicu kecurigaan akan adanya praktik penyelewengan dan ketidakprofesionalan dalam pelaksanaannya.

Aspal yang mulai mengelupas di beberapa bagian jalan bukan hanya mengecewakan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan warga. “Baru dua minggu, aspalnya sudah rusak. Kami takut ini akan terus memburuk dan membahayakan keselamatan pengguna jalan,” ujar AS, salah seorang warga Desa Kembaran Wetan yang merasakan langsung dampak buruknya. Senada dengan AS, WT menambahkan, “Ini kan uang rakyat. Harusnya hasilnya berkualitas, jangan malah jadi beban baru bagi kami.” Kekecewaan warga ini menjadi cerminan nyata dari minimnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.

Ketiadaan Informasi Transparan pada Papan Nama Proyek

Selain kualitas yang meragukan, ketiadaan informasi lengkap pada papan nama proyek juga menjadi sorotan. Papan nama  yang seharusnya memuat info penting tentang proyek yang dikerjakan justru tidak menampilkan tanggal pelaksanaan dan tanggal selesai proyek.

Indikasi dan Dampak:

  • Indikasi Kurangnya Transparansi: Papan nama proyek yang tidak mencantumkan informasi waktu pelaksanaan mengindikasikan upaya untuk menyembunyikan detail proyek dari pengawasan publik. Ini mempersulit masyarakat untuk memantau durasi pengerjaan dan apakah proyek selesai tepat waktu.
  • Potensi Manipulasi Data: Ketiadaan tanggal yang jelas membuka peluang bagi pihak terkait untuk memanipulasi informasi tentang durasi pengerjaan, seolah-olah proyek selesai dalam waktu yang lebih singkat atau lebih lama dari seharusnya, demi menjustifikasi pengeluaran atau menutupi keterlambatan.
  • Melemahnya Akuntabilitas: Informasi yang tidak lengkap pada papan nama proyek mengurangi akuntabilitas pelaksana proyek terhadap masyarakat. Masyarakat kesulitan untuk memverifikasi apakah proyek telah dikerjakan sesuai jadwal dan standar yang ditetapkan.
  • Dampak Buruk pada Pengawasan: Dengan tidak adanya tanggal pelaksanaan dan selesai, pengawasan dari pihak berwenang maupun masyarakat menjadi lebih sulit. Ini memberikan celah bagi praktik-praktik tidak transparan dan berpotensi merugikan keuangan negara atau desa.

Penjelasan Pemerintah Desa tentang Proyek yang Kabur dan Saling Tuding

Pemerintah Desa Kembaran Wetan, melalui Sekretaris Desa, mencoba memberikan penjelasan yang justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Mereka mengklaim pekerjaan tersebut dikerjakan oleh pihak ketiga dan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), dengan menyebutkan bahwa dua titik yang dikerjakan oleh TPK mengalami kerugian hingga Rp 25 juta.

Namun, pernyataan ini langsung dibantah keras oleh perwakilan TPK. Pihak TPK merasa difitnah dan menjelaskan bahwa mereka justru menanggung defisit karena memenuhi permintaan tambahan pekerjaan dari warga yang telah disetujui oleh perangkat desa. Bantahan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah permintaan tambahan pekerjaan tersebut tercatat dan dianggarkan secara resmi? Ataukah ini hanya dalih untuk menutupi potensi penyimpangan anggaran?

Tanggapan Praktisi Hukum: Indikasi Manipulasi Kerugian Proyek Dana Desa

Lebih lanjut, klaim Sekretaris Desa tentang kerugian Rp 25 juta semakin menguatkan dugaan adanya manipulasi data dan penggelapan dana. Praktisi hukum, Rasmono, S.H., menegaskan bahwa istilah ‘merugi’ seharusnya tidak muncul jika seluruh pengerjaan telah sesuai dengan perencanaan dan spesifikasi. “Permasalahan biasanya timbul karena pekerjaan tambahan yang tidak teranggarkan. Jika dipaksakan, hasilnya ya seperti ini: kualitas buruk dan potensi kerugian besar,” jelas Rasmono.

Kasus ini bukan sekadar masalah kualitas aspal yang buruk, melainkan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa, diperparah dengan minimnya transparansi pada papan nama pekerjaan. Ketidaktransparanan informasi, ketidakakuratan data, serta sikap saling lempar tanggung jawab antara pemerintah desa dan TPK semakin memperkuat dugaan tersebut.

Oleh karena itu, investigasi menyeluruh dari pihak berwenang sangat diperlukan untuk mengungkap kebenaran dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terbukti terlibat. Penting untuk memastikan kasus serupa tidak terulang, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa. Transparansi, akuntabilitas, dan disiplin anggaran harus menjadi prinsip utama dalam setiap pembangunan di desa, guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya. Kepercayaan publik adalah aset berharga yang tak boleh dipertaruhkan demi kepentingan sesaat.

(Warta Perwira)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *