10.06.2025
Dominasi Media Sosial di Ruang Publik

Ilustrasi ketika salah satu media sosial digunakan diruang publik (Sumber : Freepik)

WARTAPERWIRA.COM – Peran media sosial sangatlah signifikan di abad ke 21 ini, media sosial mampu memberikan segala hal tentang informasi yang dibutuhkan manusia mulai dari hal-hal kecil seperti makanan sampai dengan terbentuknya opini publik. Betapa sangat luar biasa dengan kemampuannya tersebut  media sosial mampu  memberikan ragam informasi  lengkap untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kesehariannya.

Kekuatan media sosial ini mampu merengkuh opini, nilai-nilai, perilaku masyarakat di ranah publik. Fenomena ini bukan sekedar berbicara popularitas akan keberadaannya, tapi tentang bagaimana kekuatan dibalik media sosial (pemilik platform, pengiklan, pembuat konten hingga pada algoritma) semuanya ini mampu mengarahkan wacana dan konsumsi informasi publik.

Menguasai informasi ranah publik sangat terlihat, terutama media sosial yang pengikutnya selalu hadir dalam jumlah besar.  Hal ini dapat kita lihat media sosial pada  milik perorangan tertentu kalangan selebritis, tokoh politik, pejabat publik. Selain itu  juga tidak kalah hebatnya, ketika para pengikut, subsciber hadir dalam jumlah besar dan selalu memberikan komentar, pada official-official yang ada. Adapun media-media sosial tersebut diantaranya : X, Instagram, facebook, whatsapp dan youtube.

Menurut Gramsci dalam Setiawan (2023)  kelompok atau kelas dominan mengamankan hegemoninya dengan mengendalikan dan mempengaruhi institusi-institusi sosial, seperti media, pendidikan, agama, dan kelompok intelektual. Mereka menciptakan konsensus dalam masyarakat dengan mempromosikan nilai-nilai, pandangan dunia, dan ideologi mereka sebagai norma yang diterima secara luas. Dengan cara ini, kepentingan dan nilai-nilai kelompok dominan seolah menjadi kepentingan dan nilai-nilai umum.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa dominasi identik dengan hegemoni, bisa juga terjadi dilakukan oleh media sosial yang dimiliki pihak tertentu untuk menguasai dinamika informasi yang beredar dikalangan publik. dominasi tidak hanya melalui paksaan fisik, kekerasan fisik, namun sebarannya dihasilkan melalui persetujuan penyebaran ideologi, nilai dan cara pandang tertentu dalam konteks media sosial.

Tentunya bukan merupakan persoalan yang mudah untuk disikapi, didalamnya diperlukan konsistensi, sikap kritis, kemampuan melihat secara utuh atas keberadaannya, menanggapinya dengan bijak. Karena terkait dengan sesuatu yang tidak dapat kita lihat secara langsung  didalamnya terkandung muatan nilai-nilai yang masuk pada sistem pikiran kita yang nantinya akan terefleksikan melalui sikap kita.

Dominasi sebenarnya dalam media sosial

Media sosial hadir secara ideal di negara demokratis, dimana negara memberikan jaminan bagi seluruh rakyat untuk berkomunikasi melalui pendapat maupun tulisan. Artinya ada ruang terbuka bagi siapa saja untuk berekpresi tentang apapun yang menjadi haknya untuk bersuara secara berkesadaran, selain itu media sosial merupakan media yang memiliki internet untuk berpartisipasi dalam diskusi publik.

Dominasi dalam konteks media sosial disini bukan lagi hanya tentang menguasai pasar dan politik, melainkan tentang pengaruh, perhatian dan narasi yang terbentuk di ruang digital. Dominasi perhatian merupakan bentuk dominasi yang paling terlihat, siapa yang berhasil menarik dan mempertahankan perhatian publik dalam jangka waktu yang lama publik akan memiliki dominasi ini.

Beberapa diantaranya yang dapat terlihat, dari konten viral jumlah likes, komentar dan share. Hal lainnya yang tidak kalah penting adalah jumlah pengikut dalam jumlah besar, jumlah pengikut yang signifikan seringkali berkorelasi dengan jangkauan dan potensi pengaruh.

Yang tidak kalah penting adalah dominasi narasi, siapapun di media sosial yang mampu untuk membentuk dan mengendalikan diskusi atau wacana publik tentang suatu topik.  Pihak yang mendominasi narasi mampu mempengaruhi opini publik, menggeser sudut pandang lama dengan sudut pandang baru, meredam narasi lawan untuk membuat narasi alternatif menjadi kurang terdengar dan relevan, dan membiarkan narasi dominasi untuk mampu membangunkan sikap tertentu bagi publik. Meminjam pendapat Fahmi (2020) bahwa media sosial penting untuk menyebarkan narasi kepada orang-orang awam agar ikut tergerak.

Secara keseluruhan, dominasi dimedia sosial adalah tentang memiliki visibilitas tinggi, membangun kredibilitas, mempengaruhi pikiran dan mobilisasi tindakan. Hal inilah yang sebenarnya medan perang digital dimana kemenangan diukur dari seberapa efektif seseorang atau merek menguasai ruang-ruang ini.

Meskipun media sosial memberikan ruang demokratis namun apabila dominasi tidak terkendalikan, penting juga untuk diingat penggunaan media sosial juga memiliki sisi gelap yang dapat mengikis nilai-nilai demokratis, seperti penyebaran disinformasi, polarisasi dan hegemoni algoritma.

 (Redaksi Warta Perwira)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *