
WARTAPERWIRA.COM, Kamis (30/10) – Dalam iklim demokrasi modern, pers seharusnya berdiri sebagai kekuatan penyeimbang kekuasaan, bukan sekadar mitra seremonial pemerintah. Namun, di Purbalingga, muncul keprihatinan serius ketika kemitraan pemerintah daerah terkesan lebih berfokus pada satu organisasi wartawan arus utama, sehingga menimbulkan kekhawatiran sebagian kalangan bahwa media lain belum sepenuhnya memperoleh ruang yang setara.
Kemerdekaan Pers Dijamin Konstitusi, Bukan Ditentukan Keanggotaan Organisasi
Padahal, tidak ada satu pun pasal dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa wartawan atau perusahaan pers harus tergabung dalam organisasi tertentu agar diakui atau dilibatkan pemerintah. Pasal 4 menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, dan Pasal 18 melarang segala bentuk penghalangan kemerdekaan pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.
Bahkan, Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/X/2019 menegaskan bahwa seluruh organisasi pers yang berbadan hukum dan menjalankan fungsi jurnalistik secara profesional memiliki posisi yang sama dan tidak boleh didiskriminasi oleh pemerintah maupun lembaga negara.
Pers Independen Hadir untuk Menjamin Keberagaman Suara Publik
Warta Perwira, sebagai media lokal independen non-salah satu organisasi wartawan arus utama di Purbalingga, memandang bahwa pengakuan negara terhadap keberagaman lembaga pers adalah fondasi utama demokrasi lokal. Kami hadir bukan untuk bersaing secara organisasi, tetapi untuk menjaga agar ruang publik tetap terbuka, plural, dan tidak jatuh ke dalam kenyamanan tunggal kekuasaan.
Yang perlu disadari Pemda: jika hanya satu pintu narasi yang dibukakan, maka risiko bias, konflik kepentingan, bahkan penyempitan informasi kepada publik menjadi sangat nyata. Dalam negara demokrasi, “yang aman” tidak selalu sama dengan “yang benar”, dan “yang resmi” tidak selalu sama dengan “yang mewakili publik.”
Saatnya Pemkab Purbalingga Menegakkan Kemitraan Pers yang Setara
Pemerintah daerah seharusnya menjadi penjamin keterbukaan, bukan kurator kebenaran. Karena publik berhak mendapatkan informasi dari berbagai perspektif media bukan dari satu payung organisasi saja.
Dari ruang tanggung jawab moral, kami mengajukan pertanyaan sederhana:
Apakah Pemkab Purbalingga sungguh siap menegakkan kemitraan pers secara adil dan setara, atau justru mulai terjebak dalam zona nyaman komunikasi yang eksklusif?
Ini bukan tudingan, tetapi ajakan refleksi serius, agar Purbalingga tidak melangkah mundur dalam tata kelola informasi publik. Sebab sejarah akan selalu mencatat apakah kekuasaan merangkul keberagaman, atau memilih berjalan hanya bersama mereka yang dianggap paling aman didengar.
(Redaksi Warta Perwira)