
WARTAPERWIRA.COM 16 Agustus 2025 – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025 terkait penghapusan tantiem bagi jajaran komisaris dan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) layak diapresiasi sekaligus menjadi momentum perbaikan tata kelola korporasi negara. Dengan nada lugas, Presiden menyebut tantiem sebagai “akal-akalan”, istilah asing yang justru kerap menutupi praktik pembagian keuntungan tidak sehat di tubuh perusahaan pelat merah.
Tantiem
Tantiem selama ini diberikan di luar gaji, tunjangan, dan bonus, bahkan nilainya bisa fantastis mencapai puluhan miliar rupiah. Ironisnya, kompensasi jumbo itu tetap cair meski BUMN mencatat kerugian atau hanya meraih keuntungan “semu” yang disiasati lewat laporan keuangan. Kondisi ini jelas bertentangan dengan semangat efisiensi dan prinsip keadilan, apalagi BUMN beroperasi menggunakan modal negara yang bersumber dari uang rakyat.
Pernyataan Presiden bahwa “direksi pun tidak perlu tantiem kalau rugi, dan kalau untung harus untung benar, bukan akal-akalan” merupakan garis tegas yang harus segera ditindaklanjuti oleh Kementerian BUMN, OJK, dan BPK. Reformasi sistem remunerasi manajemen BUMN tidak boleh berhenti pada retorika. Transparansi kinerja, audit independen, serta pembatasan kompensasi perlu dituangkan dalam regulasi yang mengikat.
Jika ada komisaris atau direksi yang merasa keberatan, seperti disampaikan Presiden, “segera berhenti.” Kalimat ini menegaskan bahwa jabatan publik di BUMN bukan ruang untuk berburu rente, melainkan amanah untuk menyehatkan perusahaan milik rakyat.
Editorial ini berpandangan, keberanian Presiden dalam membongkar praktik tantiem harus diikuti oleh keberanian birokrasi mengeksekusi. Tanpa langkah nyata, pernyataan tegas hanya akan menjadi catatan pidato belaka. Saatnya BUMN benar-benar menjadi motor ekonomi bangsa, bukan ladang pembagian keuntungan segelintir elit.
( Redaksi Warta Perwira )