14.11.2025
Relasi Media Massa dan Polri Dalam Demokrasi

Ilustrasi Relasi Media massa (Pers) dan Polri (Dok : iStock)

 WARTA PERWIRA.COM -Peran dan fungsi antara Media massa dan polisi walaupun memiliki fungsi yang berbeda namun memiliki kesamaan mendasar, yaitu kepentingan publik. Kedua lembaga ini sama-sama bekerja di ranah publik artinya seluruh kegiatan, tindakan yang di jalankan orientasinya adalah publik yang lebih luas.

Dalam negara demokrasi kedua lembaga ini memegang peranan yang sangat penting dan menentukan, di satu sisi media massa memberi ruang informasi sekaligus suara pada publik mengenai persoalan-persoalan publik, di sisi lain Polri memberikan jaminan keamanan, ketertiban masyarakat (kamtibmas).

Peran dan fungsi media massa merujuk pada Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Menjamin kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi. Sedangkan kepolisian merujuk pada ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI Menyebutkan bahwa polisi harus melaksanakan tugas secara profesional, transparan, dan akuntabel.

Dasar regulasi ini menjadi arah bagi kedua lembaga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. Media massa akan mendapat asupan berupa informasi-informasi kamtibmas dari Polri untuk diberitakan pada publik sehingga publik mengetahui, peristiwa apa saja yang terjadi di dilingkungannya maupun diluar lingkungannya.

Begitu pula dengan Polri seluruh tugas dan fungsinya akan diketahui oleh publik melalui media massa. Sehingga keterbutuhan dua lembaga ini setiap hari saling mengisi dan melengkapi. Luarannya masyarakat akan mendapatkan suatu informasi berita yang utuh dan menyeluruh serta dapat dipertanggungjawabkan secara kelembagaan (Media massa-Polri).

Untuk memperkuat sinergisitas keduanya, rujukan aturan main yang menjadi ketentuan disepakati bersama berupa Perjanjian Kerja sama-(PKS) Memorandum of Understanding (MOU) PKS yang ditandatangani pada 10 November 2022 (Nomor: 03/DP/MoU/III/2022 & NK/4/III/2022) berkaitan dengan perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.

4 poin yang menjadi kesepakatan MOU tersebut melingkupi : Perlindungan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik, Penanganan sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers, bukan pidana langsung → Jika ada pihak merasa dirugikan oleh pemberitaan, polisi mengimbau untuk menempuh mekanisme hak jawab atau mediasi Dewan Pers terlebih dahulu, bukan langsung memproses hukum pidana, Koordinasi dalam penyebaran informasi publik dan Peningkatan kapasitas SDM.

Persoalannya ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar aturan main ini, terkadang tidak berjalan ketika suatu peristiwa terjadi dilapangan. Hubungan yang dijalin naik turun tidak stabil. Terkesan dasar aturan yang dijadikan rujukan hanyalah sebatas tulisan pada lembaran kertas semata namun tidak memberikan efek nyata.

Yang kentara sering kita lihat dalam suatu kasus hukum, pihak yang dirugikan oleh pemberitaan media massa melaporkan pada Polri dan Polri menindaklanjuti laporan tersebut pada ranah pidana untuk diproses lebih lanjut di ruang sidang pengadilan. Padahal dalam PKS yang disepakati ada mekanisme yang harus di Jalani terlebih dahulu melalui hak jawab atau koreksi ataupun melalui media Dewan Pers. Jelas dasarnya ada di UU no 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik

Persoalan tersebut dalam negara yang menganut sistem demokrasi ketika dasar aturan mainnya sudah jelas, seharusnya adanya saling memahami, menghargai diantara lembaga-lembaga yang berperan dan berfungsi bagi kepentingan publik, dan senantiasa wajib untuk dikedepankan.

Re-orientasi internal Media massa dan Polri

Penguatan atas kedua kembaga ini secara berkala perlu terus dilakukan, sebagai salah satu upaya menjaga dan melaksanakan dasar regulasi masing-masing atas kedua lembaga (UU Pers, UU Polri)  termasuk didalamnya PKS Media massa-Polri. Penguatan ditujukan pada tugas dan fungsi yang menjadi tugas utama mereka terutama pada tataran praktik dilapangan.

Penyebaran teks UU 40, 1999 Pers dan UU 2, 2022 Polri, MOU (Media massa-Polri) untuk dibaca kembali, dipahami kembali oleh masing-masing kedua  lembaga pada tingkat organisasi lembaga wartawan sampai media massa pers dan lembaga Polri dari tingkat Polda, Polres, Polsek. Masing-masing di lakukan sebagai alat ukur dan sekaligus rambu-rambu bagi kedua belah pihak.

Penguatan secara teknis  dilakukan oleh masing-masing internal  lembaga, dalam media massa berupa diskusi terjadwal antara redaksi, wartawan dan jajarannya secara berkala, pelatihan kualitas penulisan berita, opini. Polri dalam bentuk rapat-rapat tingkat Polres  Polsek, sampai pada satuan unit dan anggota. Pertemuan terjadwal  antar  Media massa dan Polri dalam silaturahim masing-masing jajaran yang diinisiasi oleh pimpinan redaksi dan kepala satuan unit Polri.

Selanjutnya secara eksternal kedua lembaga mensosialisasikan PKS (Media massa-Polri) pada masyarakat secara umum melalui media massa. Sehingga terdapat sinkronisasi secara internal dan eksternal mengenai relasi antara media massa dan Polri terutama hal yang menjadi landasan formil tugas dan fungsi antara kedua lembaga.

Nantinya masyarakat tidak akan bingung, ketika suatu saat mendapat pemberitaan yang merugikan dirinya,  mekanisme jalur ketentuan regulasi tentunya akan dijadikan sebagai langkah proses untuk menyelesaikan persoalan pers secara rasional formil.

Kapanlagi peningkatan sinergi relasi antara media massa dan Polri ini berjalan, ketika semua dasar aturan main secara formil sudah tersedia? Kita meyakini ketika kepentingan publik yang lebih besar tetap menjadi prioritas utama bagi kedua lembaga ini.

(Redaksi Warta Perwira)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *