11.11.2025
Imperialisme Media dalam Pemikiran Herbert Schiller

Ilustrasi media massa (Pers) dalam cengkraman kuasa media massa barat (Dok : iStock)

 WARTA PERWIRA.COM– Pernahkah terpikir oleh kita bahwa apa yang kita pikirkan, lakukan dalam keseharian semuanya dilakukan hanyalah sebatas kesadaran rutinitas yang kita lakukan sehari-hari. Tidak ada yang aneh, semuanya berjalan mengalir. Mulai cara berpikir sampai dengan menggunakan suatu produk hasil dari informasi sebuah media massa.

Apabila kita telaah lebih jauh, semuanya bersumber dari informasi-informasi media barat, yang tidak pernah berhenti memproduksi nilai-nilai dalam kekuasaan media – Imperialisme media informasi secara global, termasuk pada kita negara Indonesia. Persoalannya apa yang menjadi hal mendasar bagi kehidupan kita?

Budaya, teknologi, hasil produk, cara berkomunikasi semuanya merupakan luaran produk media-media barat dalam menancapkan kuasa informasi media secara global pada seluruh negara di dunia. Barat ingin mengatur dan mengendalikan hal apapun bagi kepentingan mereka terhadap negara-negara lainnya  didunia, terutama pada negara-negara berkembang.

Seorang pemikir sosiolog dan teoritikus komunikasi asal Amerika Serikat Herbert I Schiller (1919–2000) melihat fenomena tersebut sebagai upaya sistematis dari dunia barat pada belahan dunia lainnya melalui kekuasaan media. Semua dilakukan dibawah kendali dunia barat dan mengikuti apa yang menjadi keinginan mereka.

Menurutnya, semuanya dilakukan dalam rangka mempertahankan kepentingan ekonomi, politik dan budaya yang berasal dari barat, terutama dari Amerika Serikat. Poin pemikirannya adalah proses di mana masyarakat barat terutama Amerika Serikat menanamkan nilai, gaya hidup, ideologi, dan pola konsumsi mereka melalui media massa dan industri budaya kepada masyarakat negara lain.

Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana dengan peran media massa-media massa di negara kita mensikapi kondisi tersebut? Suka tidak suka era globalisasi sudah berlangsung di seluruh dunia, semuanya serba borderless (tanpa batas) antara dunia satu dengan yang lainnya.

Ketergantungan negara satu dengan lainnya saling membutuhkan begitu pula media massa di Indonesia. Kita lihat konten-konten yang di sajikan, cara bermedia, produk-produk informasi, budaya semuanya menyatu dan bersumber dari media barat. Termasuk cara penyampaian informasi, sumber-sumber informasi bekerja sama dengan media barat untuk mendapat asupan informasi aktual, bahkan sebagian media massa kita bekerjasama dengan media barat sebut saja CNN (Cable News Network), VOA (Voice of America).

Hal ini terlihat jelas dan tergambarkan pada kita bahwa informasi-informasi yang kita dapatkan dari media massa sebenarnya merupakan representasi nilai-nilai, produk  informasi dari media barat, kadang kita tidak sadar saja untuk memahaminya.

Relevansi pemikiran Herbert Schiller dalam media massa berbudaya daerah

Dominannya media massa barat dalam berbagai informasi yang dibuat dan disajikan, tentunya memiliki standar ukuran berbeda dengan nilai-nilai orisinalitas media-media massa nasional kita. Sudah saatnya apapun informasi yang menjadi produk media barat, disesuaikan dengan kebutuhan nilai-nillai budaya kita.

Kedaulatan informasi, sudah seharusnya di topang oleh cara-cara bermedia media massa kita yang mengakar pada nilai-nilai  kearifan lokal, toleransi harmoni, keguyuban, kebersamaan,  musyawarah.

Dalam konteks budaya daerah, pemikiran Schiller masih relevan untuk dijadikan catatan dan acuan ke depan oleh media-media nasional kita, dimana ideologi liberalisme dapat menjadi bahan olahan ideologi budaya daerah kita yang terikat secara kesatuan nasional dalam butir-butir nilai yang tertuang dalam Pancasila

Nilai-nilai budaya daerah menjadi daya saring terhadap nilai-nilai kapitalisme global, dalam hal ini akan terjadi proses dialektika berupa proses diskusi antara konsep kebersamaan dan kapitalis. Penilaian dan jawaban akan berlangsung secara terus menerus,  dimana nilai acuan tetap pada nilai budaya daerah.

Dalam kondisi realitas faktual yang ada, merupakan hal yang tidak mungkin media-media nasional kita menolak semua informasi-informasi dari media barat. Namun minimal terjadi proses selektifitas dan kompromitas secara positif dengan nilai-nilai budaya daerah kita. Sehingga nilai-nilai budaya daerah kita tidak tergerus namun tetap terjaga melalui sajian konten-konten media massa nasional yang berbasis nilai budaya daerah.

Nilai-nilai budaya daerah ini, dapat dijadikan counter informasi oleh media massa kita ketika informasi dari media barat sudah keluar dari tata nilai yang seharusnya ada dalam budaya daerah. Minimal nilai-nilai budaya daerah ini dikemas secara tersirat pada produk informasi berita, iklan, publisitas.

Media massa bernilai budaya daerah

Pemahaman redaksi, wartawan mengenai nilai-nilai budaya daerah sedikitnya menjadi tuntutan pemahaman dasar yang baik, disamping pemahaman mereka dalam konsepsi jurnalisme media barat. Hal ini tentunya akan mengarah pada keseimbangan dalam menjaga nilai-nilai budaya daerah, terhadap nilai media barat.

Media massa kita yang bernilai budaya daerah, tentunya menjadi sebuah bagian dari proses  kegiatan  jurnalisme kita dalam keseharian. Dan mampu membentuk cara berpikir, bertindak para jurnalis kita dalam melihat fungsi informasi media massa ke depan. Sehingga cengkraman kuasa media barat yang selama ini menguasai media massa kita akan tersikapi dengan baik, dalam wujud budaya.

Seperti pemikiran yang di tegaskan oleh Koentjaraningrat (2021) ada tiga dalam wujud budaya, yaitu wujud sebagai suatu kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia; wujud sebagai suatu kompleks aktivitas; dan wujud sebagai benda. Pada akhirnya semuanya akan membentuk  media massa yang tetap memegang nilai-nilai budaya daerah, yang mampu memberikan tanggapan terhadap kuasa media barat selama ini.

(Redaksi Warta Perwira)

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *