26.10.2025
news tv

Ilustrasi seorang penonton sedang memirsa siaran berita televisi siaran (Dok : iStock)

WARTA PERWIRA.COM-Baru-baru ini kegaduhan ruang publik kembali terjadi, kali ini dihadirkan oleh Trans7 melalui tayangan Xpose Uncensored Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur dalam kemasan jurnalistik Berita media televisi siaran 13 Oktober 2025. Keberatan pihak pesantren, para santri menjadi sebuah peringatan bagi sebuah media televisi siaran yang menayangkan informasi berita yang seharusnya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip jurnalisme yang baik dan  benar.

Dalam tayangan visual di gambarkan secara terang-benderang mengenai kondisi nyata kegiatan Pesantren Lirboyo dalam keseharian, bagaimana para santri membungkuk memberi hormat pada kyainya diselingi dengan beberapa tayangan lainnya para santri yang memberi hormat memberikan sebuah amplop putih pada sang kyai dalam suatu antrian.

Untuk memperkuat tayangan dibuatlah narasi-narasi yang menggambarkan kondisi tersebut, selintas narasi dituturkan biasa saja. Namun apabila kita cermati dan telaah narasi tersebut memberikan penekanan makna tertentu pada tayangan tersebut ketika para santri membungkuk dan memberikan amplop. Terkesan  penggiringan sebuah  opini publik tertentu oleh Trans7.

Seakan ingin memberikan suatu gambaran kondisi nyata kehidupan pesantren yang harus diketahui oleh publik berupa sindiran. Dan hal yang sangat prinsip dalam tayangan informasi berita tidak ada satu sumberpun dari pihak pesantren yang dikonfirmasi untuk diverifikasi terkait dengan kondisi tersebut.

Dalam sebuah prinsip  jurnalistik untuk media apapun baik cetak, siaran, online, platform multimedia yang mengklaim sebagai sebuah media massa berita : objektifitas, netralitas, berimbang dan independen  merupakan hal utama dan mendasar yang harus dipegang teguh oleh seluruh insan-insan wartawan.

Westerstahl dalam McQuail (2011) menegaskan bahwa penyajian berita yang objektif harus mencakup nilai-nilai dan fakta, dimana fakta itu sendiri memiliki implikasi evaluatif. Dimensi objektivitas terdiri  : 1. Faktualitas a.Kebenaran b.Informatif c.Relevansi 2. Imparsialitas a.Seimbang b.Netralitas.

Apabila tayangan informasi berita tersebut benar-benar nyata dilapangan merupakan hasil sebuah liputan, tentunya faktualitas originalitas tayangan masuk pada kriteria salah satu prinsip jurnalistik.

Namun bagi sebuah produk karya jurnalistik khususnya berita, satu aspek saja hanya faktual tidaklah cukup. harus dibarengi dengan aspek-aspek lainnya : netralitas, berimbang dan independen semuanya saling berkaitan dan melengkapi secara mendasar. Termasuk didalamnya untuk tetap menjadi prioritas utama adalah menjaga pemberitaan yang sifatnya bersinggungan dengan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan).

Terkait dengan kasus tersebut. Berdasarkan catatan diterima Dewan Pers, pada bulan Juni tahun ini (2025) adalah  sebanyak 199 pengaduan, merupakan laporan pengaduan tertinggi sejak tahun 2022.  Sebagian diantaranya telah ditangani dan diselesaikan sebanyak 191 pengaduan, sisanya dalam proses klarifikasi dan penyelesaian.

Ketua Komisi Pengaduan Penegakan Etika Pers Dewan Pers. Muhammad Jazuli. Menegaskan Akurasi, keberimbangan, dan independensi. Konfirmasi, klarifikasi, serta penghormatan terhadap hak jawab dan koreksi menjadi budaya dalam setiap ruang redaksi. Merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh semua pers baik sebagai tanggung jawab sosial maupun sebagai pilar demokrasi (Dewan Pers 5/8/2025).

Pertanyaan kita adalah, bagaimana sebuah media massa group besar Trans7 yang identik dengan sebuah profesionalisme karya jurnalistik yang berkualitas, harus tersandung  nama baiknya sebagai sebuah media berita hanya karena sebuah tayangan informasi berita yang tidak jelas arahnya atau karena faktor pertimbangan rating iklan semata?

Tentunya hal ini menjadi sebuah refleksi dan renungan bagi kita semua, yang sama-sama aktif dalam kegiatan jurnalistik. Bahwa apapun namanya ketika masuk pada sebuah karya jurnalistik prinsip-prinsip jurnalistik yang baik tetap menjadi marwah dan konsistensi seluruh pemangku kepentingan (Dewan redaksi, redaksi, wartawan, termasuk pemahaman yang harus dimiliki oleh pemilik medianya).

Re-orientasi konsep jurnalistik

Bahwa siapapun dan apapun alasannya ketika bergabung menjadi bagian dari ekosistem jurnalistik, banyak beberapa hal mendasar yang harus dipahami sebagai sebuah rujukan utama dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara kolektif dalam suatu media massa.

Memahami kembali konsep dasar jurnalistik, UU no 40 tahun 1999 (Pers), UU no 32 tahun 2002 (Siaran), Kode Etik Jurnalistik, Pedoman media siber, UU no 14 tahun 2008 (ITE) minimal  harus diketahui dan dipahami oleh seluruh Dewan redaksi, redaksi, wartawan termasuk pemilik media. Tanpa pemahaman ini dapat kita bayangkan mungkin setiap hari kasus-kasus kesalahan  sumber berita, kesalahan tulisan, penggiringan opini publik akan terjadi setiap saat.

Pada dasarnya suatu berita adalah, merupakan proses komunikasi berupa pesan yang disampaikan oleh sebuah media pada publik, mengenai realitas peristiwa ataupun kejadian yang harus diketahui oleh publik di ranah publik. Media disini melekat komunikator lembaga media : Dewan redaksi, redaksi, wartawan.

Proses liputan yang dilakukan oleh wartawanpun tidak sembarangan, minimal rambu-rambu jurnalistik yaitu Kode Etik Jurnalistik (Objektif, netral, berimbang, independen ) menjadi pegangan utama bagi seluruh wartawan. Sehingga proses yang dilakukanpun tetap dalam kehatian-hatian dan berjalan sesuai dengan koridor sistem jurnalistik.

Konfirmasi berupa verifikasi terhadap sumber-sumber informasi yang terkait dengan objek berita yang akan diberitakan, senantiasa dilakukan secara ketat dan konsisten, dalam rangka menjaga keberimbangan dan kualitas liputan yang profesional dan bertanggung jawab sebagai luaran dari sebuah produk karya jurnalistik.

Orientasi tujuan berita yang mengutamakan pada pencerahan dan penguatan publik  secara utuh, tentunya menjadi titik utama bagi seluruh wartawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Sebagai wartawan konsisten memposisikan dirinya sebagai pelapor fakta berupa data-data informasi dilapangan secara netral pada publik, tanpa kepentingan sesaat apapun melalui penggiringan opini publik baik secara eksplisit maupun implisit. Laporan berita inilah nantinya akan dilihat dan dinilai oleh publik sebagai sebuah sumber informasi yang dapat dijadikan rujukan utama informasi berita.

Konsistensi dalam profesionalisme

Sebagai suatu konsekuensi logis, sudah seharusnya kita konsisten menjalani profesi wartawan ini dengan penuh rasa tanggung jawab dan profesional. Secara mendasar memahami profesi sebagai wartawan secara utuh dengan aturan main dan segala konsekuensinya.

Ragam realitas peristiwa-kejadian dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, namun tidak semua realitas dapat diangkat menjadi sebuah berita, tanpa kelayakan dalam suatu nilai berita. Disinilah seorang wartawan harus jeli dan peka melihat suatu realitas menjadi sebuah berita berdasarkan nilai berita. Etik (Kode Etik Jurnalistik) dalam liputanpun senantiasa dihadirkan dan mendampingi seorang wartawan.

Apalah artinya sebuah berita yang menimbulkan kegaduhan publik untuk kepentingan tertentu tanpa melalui mekanisme proses jurnalistik yang seharusnya, namun  mengorbankan nama baik sebuah media dan profesi sebagai wartawan dalam jangka panjang yang tentunya akan menurunkan tingkat kepercayaan publik.

(Redaksi Warta Perwira)

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *