
Komnas Perempuan RI (Dok : Komnas Perempuan)
JAKARTA, WARTA PERWIRA.COM-Senin (29/9) Wakil Ketua Komnas Perempuan Dahlia Madanih. Berdasarkan konsultasi dan pemantauan selama ini, akses perempuan terhadap Informasi Publik masih menjadi persoalan yang sangat mendasar. Terutama terkait dengan hak perempuan didalam mendapatkan layanan perlindungan, penanganan dan pemulihan pada perempuan dan keluarga korban kesulitan informasi, kerap kali menghadapi ancaman kriminalisasi untuk mendapatkan informasi.
Komnas Perempuan turut memperingati Hari Hak untuk Tahu Sedunia (The International Right to Know Day), yang diperingati oleh dunia internasional. Berdasarkan Konferensi Umum UNESCO (38 C/70 3 November 2015) Hari Hak untuk Tahu diperingati sebagai gerakan menuntut transparansi dan mengakses informasi publik. Gerakan ini diawali berkumpulnya masyarakat sipil di Afrika dari 15 negara di dunia, yang menuntut keterbukaan informasi, transparansi dan akuntabilitas pemerintah pada 26-28 September 2002. Peringatan ini diadopsi secara internasional oleh UNESCO pada 2015 dan diproklamasikan oleh PBB pada 2019 sebagai Hari Hak untuk Tahu yang diperingati setiap 28 September.
Pendapat yang sama, Komisioner Chatarina Pancer Istiyan, “Hak atas informasi bukan sekadar hak untuk mengetahui sebuah informasi, namun ada hak untuk mengonstruksi hidup yang bermartabat bagi perempuan. Tanpa akses informasi yang memadai, perempuan korban kekerasan bisa jadi tidak tahu ke mana harus melapor, apa saja layanan yang disediakan negara, apa saja kebijakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dan lain-lain.”
Dalam kurun lima tahun terakhir, Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan menunjukkan angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi. Tahun 2020 terdapat 302.300 kekerasan terhadap perempuan. 459.094 kasus di 2021, 457.895 di 2022, 401.975 kasus di 2023, dan 445.502 kasus di 2024. Kekerasan terhadap perempuan tersebut terjadi di ranah personal, publik, dan negara. Tingginya angka tersebut menegaskan bahwa pemenuhan hak-hak perempuan, khususnya informasi pada akses pemulihan korban, mendesak untuk segera disediakan dan disampaikan. Demikian rilis yang diterima dari Komnas Perempuan. Jakarta. Minggu 28/9/2025.
Informasi publik merupakan problem komunikasi strategis
Sementara itu, akademisi Universitas Multi Media Nusantara Jakarta, Dr. Kristina Nurhayati, M.Ikom melalui pandangannya. Mengatakan bahwa persoalan akses informasi publik bagi perempuan korban kekerasan bukan hanya isu teknis, namun merupakan problem komunikasi strategis.
“Komunikasi publik yang transparan, mudah dipahami dan berbasis pada kebutuhan korban menjadi kunci dalam hal ini.” Ujarnya.
Lanjutnya, “ Kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, media massa dan akademisi harus diarahkan unyuk membangun ekosistem komunikasi publik yang responsif gender.” Tegasnya.
“Peringatan Hari Untuk Tahu seharusnya menjadi momentum refleksi bahwa keterbukaan informasi bukan hanya persoalan demokrasi, tetapi juga penyelamatan nyawa dan pemulihan martabat perempuan korban kekerasan.” Pungkas Kristina.
(Redaksi Warta Perwira)