01.12.2025
Media Sarana Ideologi dalam Sudut Pandang Louis Althusser

Louis Perre Althusser (dok : Icarusfilm)

WARTA PERWIRA.COM-Dimanapun kita berada apa yang kita lakukan semuanya bersumber pada pemikiran dan keyakinan kita, yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Sumber pemikiran kita tentunya berasal dari beragam sumber  pemikiran yang menerpa kita, dari ragam sumber pemikiran tersebut kita mempercayai salah satunya  sebagai prinsip hidup kita.

Ragam sumber pemikiran beberapa diantaranya berasal dari perorangan, kelompok, sekolah bahkan media sekalipun yang kita konsumsi sehari-hari. Mengapa Media menjadi salah satu sumber pemikiran yang kita yakini? Setiap hari kita mengkonsumsi beragam informasi dari media, mulai dari hal informasi ringan kebutuhan masyarakat sampai dengan informasi berita, kupasan maupun ulasan suatu topik.

Bagaimana kita dapat meyakini hal tersebut sebagai sebuah prinsip hidup kita yang nantinya akan menjadi dasar berpikir dan tindakan kita dalam keseharian, Salah satunya pandangan Louis Pierre Althusser salah seorang filsuf perancis (1918-1990) memperjelas hal tersebut.

Dalam Romadona (2020) Althusser menggambarkan bagaimana suatu kelas menguasai kelas yang lain lewat dua cara yang disebutnya dengan, Represif State Aparatus (RSA), dan juga Ideologi State Aparatus (ISA). RSA bekerja dalam wilayah kekerasan fisik untuk menundukan kelas yang lain. RSA dapat berupa institusi Militer, Polisi, ataupun centeng (Preman) yang diciptakan kelas dominan untuk mengamankan posisinya. Sementara, ISA berada di wilayah kesadaran untuk menciptakan relasi sosial yang bersifat eksploitatif dapat diterima secara wajar. ISA terdapat dalam institusi, universitas, dan juga filsafat.

Dalam konteks ISA menurutnya, bahwa sebuah  Ideologi merupakan sistem gagasan dan nilai-nilai yang ditanamkan pada masyarakat untuk mempertahankan  kekuasaan suatu kelas sosial. Ideologi memiliki peranan penting dalam membentuk kesadaran, memandu dan mengkonfirmasi suatu posisi sosial di masyarakat.

Dari pandangan tersebut  terkait dengan media dapat kita pahami bahwa, suatu pemikiran sebenarnya berbicara tentang gagasan dan nilai  pada siapapun juga, dimana gagasan-nilai tersebut merupakan suatu kuasa yang dapat di kenalkan pada publik sebagai suatu pemahaman yang nantinya menjadi suatu kesadaran tindakan hidup personal maupun kolektif. Media menjadi saluran yang mampu menerima dan mengirimkan sumber-sumber pemikiran secara luas.

Althusser menegaskan bahwa, ideologi dapat beroperasi pada hal-hal keseharian hidup manusia yang disebarkan secara tidak disadari pada publik oleh suatu media. Jelasnya kita dapat melihat hampir setiap waktu bagaimana produk-produk iklan secara masif menerpa masyarakat, informasi berita yang kita terima, ruang dialog mengenai tokoh-tokoh tertentu dalam suatu diskusi. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah suatu ideologi selalu negatif? Belum tentu, ideologi positifpun selalu hadir didalamnya.

Publik secara tidak sadar di berikan suatu ideologi berupa produk informasi secara intens bahkan berulang oleh media agar dapat membuka sistem berpikirnya untuk ditelaah, ditimbang dan akhirnya akan dijadikan internalisasi nilai-nilai hidup dalam kesehariannya. Media membuka ragam ideologi dari berbagai sumber untuk di sebarkan pada publik. Medianya sendiri hampir pasti menyebarkan ideologinya pada publik, melalui kemasan produk ataupun rubrik-rubrik informasi tersendiri.

Pada hakikatnya menurut Althusser sebaran ideologi dari suatu sumber, baik dari  ragam sumber maupun media sendiri adalah dalam rangka menciptakan ruang dan mempertahankan relasi kuasa pada publik.

Yang menjadi persoalan  adalah, ketika media mempunyai agenda tertentu untuk disebarkan pada publik agar publik mengikuti keinginan media. Masyarakatpun menerima begitu saja media sebagai satu-satunya sumber kebenaran tunggal, yang tidak menerima ruang pada sudut pandang lain sebagai pembanding istilah sekarang kita kenal echo chamber.

Pemahaman kesadaran publik tentang  ideologi  media

Tuntutan pemahaman secara cerdas bagi publik akan suatu ideologi dari media tentunya menjadi proses selektifitas internal didalam menerima informasi-informasi dari media. Beberapa hal yang patut kita sadari adalah bagaimana kita mengenali ideologi media melalui informasi, namun makna dibalik informasi tersebut terdapat nilai-nilai yang ingin ditekankan pada kita secara halus.

Medianya itu sendiri walaupun hanya berupa nama lembaga, dan publik  mengenalnya sudah lama kualitas informasinya baik, tentunya menjadikan rujukan sebagai salah satu sumber ideologi lembaga yang mampu memberikan nilai-nilai terbarukan bagi publik. Media-media besar salah satu contohnya.

Kemampuan untuk mengenali sumber informasi dan makna isi pesan yang kita telaah, tentunya merupakan modal utama kita didalam menyeleksi ragam ideologi yang menerpa kita sehari-hari. Menghadirkan sumber informasi yang sama dan penekanan pesan secara berulang-ulang oleh media menjadi salah satu pertanda bahwa  ideologi sedang di jalankan pada kita.

Ideologi melalui media, tidak harus selalu berupa narasi-narasi yang disampaikan oleh siapapun. Namun kekuatan media mampu mengkonstruksinya secara halus. Ideologi dapat berupa tayangan-tayangan audio-visual yang hadir dibenak kita  berupa  variasi paduan rekaman gambar, warna, ekpresi seseorang atau kelompok, plus teknis audio berupa musik yang disesuaikan dengan tampilan visualnya.

Tampilan tersebut diatas membuat publik secara tidak sadar menerimanya dengan tanpa penolakan sedikitpun, ketika ideologi berupa informasi tersebut selaras dengan tingkat referensi dan pengalaman publik. Hal ini tentunya akan menjadi nilai baru atau memperkuat nilai-nilai yang sudah ada di benak publik sebelumnya.

Ragam ideologi media tetap ada

Apapun ideologinya selama media ada, tentunya ideologi  akan tetap selalu hadir dihadapan kita, perkara orientasinya akan sama atau berbeda dengan prinsip hidup kita. Kita sendiri yang harus mampu melihat, menelaah dan mensikapinya secara proporsional.

Biarkanlah pemikiran kira berkehendak, berdinamika dengan gagasan, ide-ide dari luar kita. Sehingga pemikiran kita yang selama ini diyakini oleh kita, akan berinteraksi dengan ideologi luar tentunya dalam prosesnya akan mengalami penerimaan, penolakan ataupun keraguan. Yang cocok dengan kita secara jelas luarannya adalah tindakan perilaku kita dalam kehidupan sosial sehari-hari.

Sebagai suatu konsekuensi logis, apabila kita menerima suatu ideologi dan cocok dengan kita sebagai prinsip hidup dari suatu media. Sebenarnya pada saat itu  juga kita mengikatkan diri pada kekuasaan melalui ideologi yang dikenalkan oleh perorangan, kelompok, maupun media itu sendiri. Seperti hal yang disampaikan oleh Louis Althusser.

(Redaksi Warta Perwira)

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *