
DPR RI (Dok : menpan.go.id)
WARTA PERWIRA.COM-Istilah aktif dan Non Aktif adalah hal yang terkait dengan suatu fungsi artinya sesuatu yang dijalankan, dikerjakan, dilakukan dan dijalankan. Fungsi disini bisa kita lekatkan pada suatu benda yang berbasis mesin, elektro, listrik dan hal serba digital. Selain benda bisa juga kita sematkan pada manusia yang mempunyai peran-tugas, dimana peran dan tugas ini akan berjalan apabila fungsinya bekerja.
Apabila aspek dijalankan, dikerjakan, dilakukan artinya fungsinya menyala atau aktif. Sebaliknya apabila non aktif dalam waktu sementara fungsi tersebut kita hentikan, secara jelas kita memberi jeda-tidak menyala untuk sementara. Namun apabila kita ingin fungsi tersebut normal kembali menyala, fungsinya kita aktifkan kembali untuk bekerja.
Merujuk pada KBBI, makna kata aktif : giat (bekerja, berusaha), sedangkan non aktif : tidak menjalankan pekerjaan (tugas) lagi atau menjadikan tidak aktif atau juga pengelolaan Perusahaan terputus sebentar- akibat pimpinannya yang lama. (kbbi.web.id diakses 2/9/2025).
Berdasarkan penjelasan KBBI diatas, dapat kita pahami bahwa ketika kita berbicara aktif, kita sedang membicarakan sesuatu yang sedang bekerja-menyala. Sebaliknya non aktif kita sedang membicarakan sesuatu yang sedang di berhentikan sementara, suatu saat kita perlukan kita aktifkan kembali. Artinya tidak permanen namun sementara.
Sementara itu ramai diberitakan oleh media tentang penonaktifan beberapa anggota DPR karena persoalan personal yang tidak patut pada publik terkait demo tuntutan dari masyarakat terhadap DPR, disampaikan oleh masing-masing Partai NasDem : menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, PAN Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dan Partai Golkar Adies Kadir.
Semuanya disampaikan secara resmi melalui siaran pers oleh partainya masing-masing. Artinya partai ingin menegaskan pada publik bahwa kader-anggota partainya yang bermasalah dengan publik diberhentikan dari keanggotaan partai atau dipecat. Tentunya putusan ini membawa harapan bagi publik yang menghendaki kelima anggota partai tersebut dikeluarkan, karena bertutur dan bersikap diluar kepatutan etika publik.
Yang menjadi persoalan adalah mengenai status non aktif itu sendiri, tidak ada dasarnya secara legal formal terutama pada UU no 17 tahun 2014 juncto UU Nomor 13 Tahun 2019. tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Mungkin apabila di partainya masing-masing, dasarnya ada pada aturan internalnya yang tertuang dalam AD-ART mereka.
Tuntutan publik jelas pemecatan anggota DPR dari statusnya sebagai anggota DPR dan sebagai anggota partai. Dari penonaktifan tersebut untuk sementara para anggota DPR yang non aktif secara otomatis tidak dapat menjalankan tugas dan fungsi-fungsinya sebagai anggota DPR. Ada suatu relasi kuat ketika seseorang menjadi anggota DPR tentunya melekat sebagai anggota partai. Hal ini secara sederhana dapat kita amati ketika mereka mengikuti pemilu, akan terlihat partai apa? Nomor urutnya berapa?
Namun apabila dibutuhkan bisa saja diaktifkan kembali status keanggotaannya (hal ini kita telaah dari pemahaman istilah aktif dan non aktif pada KBBI diatas). Sebenarnya apabila kita merujuk pada UU tentang MD3 itu sendiri istilah non aktif secara jelas tidak ada dan tidak diatur.
PAW anggota DPR
Pergantian Antar Waktu (PAW) merupakan proses mekanisme bagi anggota DPR yang akan diganti dengan latar belakang hal yang menjadi dasar diantaranya : anggota meninggal dunia, mengundurkan diri dan atau diberhentikan. Berdasarkan penjelasan hal tersebut, istilah non aktif tidak dapat dikonfirmasi darimana sumber formilnya.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), tidak termuat frasa “nonaktif” untuk anggota DPR. Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan istilah nonaktif bagi anggota DPR tidak dikenal dalam UU MD3. “Yang ada hanya mekanisme pergantian antar waktu atau PAW.” (Tempo 31/8/2025) Masih dalam sumber yang sama dikatakan oleh Titi bahwa, Istilah nonaktif tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun.
Terhadap anggota-anggota DPR yang bermasalah, janganlah segala hal yang terkait dengan regulasi UU yang sudah jelas secara otentik dan formil, partai membuat istilah narasi non aktif sebagai komoditas bahasa politik yang tidak jelas maknanya hanya karena ingin meredam kemarahan masyarakat sesaat.
Komitmen dan Konsistensi partai untuk rakyat
Seharusnya dalam suasana kondisi gaduh ini, partai-partai penyumbang anggota partainya sebagai anggota DPR, memperlihatkan keseriusan dan komitmennya. Membuat suatu putusan yang pro rakyat, terutama bagi partai-partai yang anggotanya bermasalah diruang publik.
Tuntutan masyarakat yang meminta anggota-anggota Partai bermasalah untuk diberhentikan keanggotaannya baik sebagai anggota partai maupun anggota DPR dibuat putusan dengan bahasa jelas, tegas dan langsung untuk dicopot-dipecat. Istilah ini memberikan keyakinan dan kepastian bagi masyarakat bahwa partai benar-benar profesional membuat suatu putusan yang objektif berdasarkan tuntutan masyarakat atas persoalan-persoalan yang mereka buat.
Tentunya hal tersebut harus diikuti dengan konsistensi dan terbuka pada masyarakat dengan dikeluarkan Surat Keputusan pemecatan dan eksekusinya. Jadikan peristiwa ini sebagai momentum bangkitnya partai-partai menjadi partai yang benar-benar menjalani aspirasi masyarakat dengan membuat putusan-putusan yang menjadi harapan rakyat. Sekaligus menjadi jawaban nyata atas kekecewaan masyarakat yang selama ini terakumulasi.
(Redaksi Warta Perwira)