07.11.2025
Pers Harus Merdeka, Pilar Demokrasi Tak Boleh Dibiarkan Keropos

Foto : Prof Mahfud MD nara sumber podcast Pers Merdeka di Dewan Pers (Dok : Dewan Pers)

JAKARTA, WARTA PERWIRA.COM-Baru-baru ini Dewan pers mengadakan podcast dengan salah satu nara sumber Prof. Mahfud MD, dipandu oleh ketua Dewan Pers, Komarudin Hidayat. Menurut Mahfud kemerdekaan pers merupakan syarat mutlak bagi tegaknya demokrasi di Indonesia. Jakarta, Rabu. 20 /8/2025.

Pers salah satu Pilar Demokrasi

Dalam sistem politik berdasarkan demokrasi, Penopang empat pilar yang memperkuat demokrasi adalah legislatif, eksekutif, yudikatif, dan pers. Semuanya harus berdiri dengan kokoh dan kuat dalam rangka menjaga keberlangsungan sistem demokrasi. Namun secara realitas ada indikasi pilar-pilar tersebut mengalami keropos. Maka peran pers sangat menentukan dan penting.

“Kalau tiga pilar lain kokoh, pers lemah masih bisa ditopang. Tetapi kalau semuanya bengkok, peran pers menjadi sangat berat. Pers harus tetap bebas karena ia adalah cermin dari kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelas Mahfud.

Menurut Mahfud pers di analogikan seperti cermin, yang dapat memberikan pantulan gambaran kondisi nyata bangsa Indonesia, baik kinerja legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun dinamika masyarakat. Apabila pers dibungkam, informasi publik tidak akan terlihat jelas dan jernih, namun bias sumbernya hanyalah satu yaitu dari pemerintah.

“Saya tidak melihat pers itu dibungkam, tetapi dipaksa untuk membungkam diri sendiri. Nadi pers itu yang dipegang agar tidak bisa bernapas,” ujarnya.

Masih menurut Mahfud, kondisi tersebut menjadikan media sosial dijadikan rujukan oleh masyarakat. Padahal, konten di media sosial sering kali tidak terverifikasi dan sarat hoaks.

“Sekarang orang lebih percaya pada podcast atau media sosial, bukan lagi merujuk koran atau majalah. Itu saya lihat sendiri ketika berkunjung ke daerah-daerah,” tambahnya.

Lanjut Mahfud dalam kilas balik sejarah pers dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. bagaimana Proklamasi Kemerdekaan 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok akhirnya batal diumumkan, lantaran tidak ada media yang menyiarkan pernyataan itu.

“Baru pada 17 Agustus 1945, setelah wartawan hadir, proklamasi diumumkan agar dunia tahu Indonesia merdeka. Itu membuktikan betapa vitalnya fungsi pers sejak awal berdirinya republik ini,” tegasnya.

Pada saat itulah, pers perjuangan dalam bentuk radio dan koran, menjadi mesin penggerak perjuangan bangsa hingga kemerdekaan Indonesia benar-benar diakui.

Pers yang Merdeka

Mahfud menegaskan, negara berkewajiban menjamin kebebasan pers sebagaimana jaminan konstitusional yang tertuang dalam Undang-Undang Pers pasca-Reformasi 1998. Sejak saat itu selama pers bertanggung jawab dalam fungsinya, praktik pembredelan media resmi dilarang.

“Negara punya kewajiban untuk membangun kembali pers yang merdeka. Jangan sampai demokrasi keropos karena pilar pers tidak diberi ruang hidup,” katanya.

Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-80 dapat dijadikan momentum bagi seluruh komponen bangsa, untuk bersama-sama menjaga kemerdekaan pers.

“Mumpung ini hari kemerdekaan, mari kita buat pers itu merdeka, sebagaimana jaminan yang sudah diberikan kepada legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Meski ketiga pilar itu juga masih kurang sehat, kita harus menyehatkan semuanya bersama-sama,” “negara tetap mempunyai tanggung jawab untuk memastikan pers merdeka dan independen.” pungkas Mahfud.

(Sumber diolah dari Dewan Pers – Redaksi Warta Perwira)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *