
PURBALINGGA, WARTAPERWIRA.COM 3 Agustus 2025 – Sejumlah wali murid SMP Negeri 1 Kutasari Purbalingga menyampaikan keluhan terkait biaya pengadaan seragam sekolah dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dinilai cukup membebani.
Keluhan terkait Biaya Pengadaan Seragam Sekolah dan Lembar Kerja Siswa (LKS)
Salah satu orang tua menyebutkan bahwa harga paket seragam lengkap untuk siswa perempuan mencapai Rp1.586.000 untuk empat stel berikut atribut, belum termasuk biaya jahit sebesar Rp120.000 per stel. Sementara untuk siswa laki-laki, harga disebut mencapai Rp1.250.000, juga belum termasuk ongkos jahit.
Namun jika siswa menggunakan seragam bekas milik kakak kelas dan hanya membeli kaos olahraga serta jilbab, maka biaya yang tetap harus dikeluarkan tetap mencapai sekitar Rp550.000. Selain itu, pembelian LKS ditawarkan dengan harga Rp185.000.
Di sisi lain, wali murid juga mengeluhkan bahwa bantuan dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) tidak diperoleh oleh siswa yang bersangkutan, sehingga beban ekonomi terasa semakin berat. Adapun iuran komite sekolah sebesar Rp775.000 juga turut menjadi perhatian.
Kepala Sekolah SMPN 1 Kutasari Purbalingga
Kepala Sekolah SMPN 1 Kutasari Purbalingga menyampaikan bahwa iuran komite tersebut terpaksa dipungut karena sekolah harus menanggung honor untuk lima guru bantu yang tidak terdaftar dalam Dapodik, sehingga tidak bisa dibiayai melalui Dana BOS. Hal ini menjadi dilema tersendiri bagi pihak sekolah yang berusaha mempertahankan kualitas pembelajaran dengan sumber daya terbatas.
“Kami butuh guru tambahan agar proses belajar tetap berjalan baik. Tapi karena mereka tidak tercatat di Dapodik, kami tidak bisa menggunakan dana BOS untuk membayar. Maka kami musyawarahkan melalui komite agar bisa dibantu secara legal,” ujar Kepala SMPN 1 Kutasari.
Terkait isu pembelian seragam dan LKS, pihak sekolah menegaskan bahwa tidak pernah mewajibkan atau mengarahkan wali murid untuk membeli melalui sekolah. Toko sekolah hanya bersifat fasilitatif dan dikelola oleh honorer tata usaha, bukan unit bisnis resmi sekolah. Produk-produk yang dijual pun merupakan titipan dari toko-toko sekitar, dan bukan barang milik sekolah.
“Wali murid bebas membeli seragam dan LKS di mana saja. Bahkan jika ingin menggunakan seragam bekas milik kakaknya pun kami perbolehkan,” tambahnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga menyampaikan dukungannya terhadap sikap terbuka pihak sekolah.
“Kami sependapat dengan apa yang disampaikan oleh pihak SMPN 1 Kutasari, bahwa orang tua siswa atau wali murid bebas untuk memilih pembelian LKS maupun pakaian seragam di mana pun mereka suka. Bahkan, menggunakan seragam layak pakai milik kakaknya pun tidak menjadi masalah,” ungkap Kepala Dinas.
Terkait kebutuhan guru, Dinas Pendidikan mengakui bahwa saat ini Kabupaten Purbalingga masih mengalami kekurangan guru, baik guru kelas maupun guru mata pelajaran. Meskipun pemerintah daerah telah menambah formasi dengan pengangkatan 291 guru P3K yang baru dikukuhkan pada Kamis, 31 Juli 2025, jumlah guru yang pensiun setiap tahunnya tetap tinggi.
“Adapun terkait guru tamu atau GTT yang saat ini mengabdi namun belum tercatat di Dapodik, kami pahami bahwa sekolah mengalami kesulitan dalam pembiayaan karena memang tidak boleh dialokasikan dari dana BOS,”tambahnya.
Redaksi WartaPerwira.com akan terus memantau perkembangan isu ini dan mendorong semua pihak untuk menjalin komunikasi yang baik demi kepentingan bersama dan keberlanjutan pendidikan yang adil dan transparan di Kabupaten Purbalingga.