03.08.2025
Foto: Logo Koperasi Indonesia
Foto: Logo Koperasi Indonesia

WARTAPERWIRA.COM 23 Juli 2025 – Di tengah semangat memperkuat perekonomian berbasis kerakyatan, praktik koperasi justru tengah menghadapi sorotan serius. Salah satu persoalan yang kian banyak dikeluhkan adalah skema pelunasan pinjaman yang tidak mencerminkan asas kekeluargaan dan keadilan. Sejumlah koperasi, termasuk koperasi pensiunan, diketahui menerapkan pelunasan berdasarkan sisa angsuran sampai jatuh tempo, bukan berdasarkan sisa pokok pinjaman. Praktik ini secara kasat mata mirip dengan pola kredit dari lembaga keuangan komersial, bahkan tak jarang lebih berat.

Ironisnya, praktik ini kerap dilakukan oleh koperasi pensiunan yang sejatinya didirikan untuk memberikan ketenangan di masa tua. Bukannya memberi kelegaan, justru membuat mereka terlilit bunga pinjaman yang melebihi batas kewajaran.

Dasar Hukum: Di Mana Letak Keadilan?

UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menegaskan bahwa koperasi berdiri atas asas kekeluargaan dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Selain itu, Permenkop No. 15/Per/M.KUKM/IX/2015 menekankan bahwa koperasi simpan pinjam wajib memberikan perhitungan secara transparan atas sisa kewajiban anggota, termasuk dalam hal pelunasan lebih awal.

Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit koperasi mengabaikan prinsip tersebut. Alih-alih transparansi, banyak anggota bahkan tidak diberi salinan perjanjian yang jelas atau akuntabel. Beberapa koperasi hanya mencantumkan total angsuran, tanpa menyebutkan bunga efektif, administrasi, dan tanpa skema pelunasan dipercepat.

Koperasi Rasa Rentenir?

Lebih parah lagi, marak koperasi yang sejatinya bukan koperasi. Mereka tidak membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU), dan tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Praktik mereka lebih mirip rentenir berbadan hukum: menyalurkan pinjaman dengan bunga tinggi, cara penagihan intimidatif, dan tidak mengindahkan perlindungan konsumen.

Pengawasan Lemah, Siapa Bertanggung Jawab?

Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari Kementerian Koperasi dan Dinas terkait di daerah. Banyak koperasi beroperasi secara bebas tanpa pengawasan ketat, bahkan kadang justru “berkolaborasi” dengan institusi untuk menyasar pensiunan ASN dan TNI/Polri.

Redaksi Warta Perwira mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk tidak membiarkan maraknya praktik koperasi yang menyimpang dari jati diri aslinya. Koperasi harus kembali pada khitahnya: alat perjuangan ekonomi bersama, bukan topeng legal dari praktik eksploitatif.

( Redaksi Warta Perwira )

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *