03.08.2025
Kepentingan Kuasa Abai Pada Konsistensi Ketaatan Peraturan

Foto : Pelantikan menteri kabinet Merah putih oleh Presiden RI Prabowo Subianto ( Sumber : Setneg RI)

WARTAPERWIRA.COMKetaatan Peraturan  pada rangkap jabatan menteri-menteri kabinet merah putih pada perusahaan (BUMN ) plat merah menjadi perhatian publik. Hal ini tentunya mencederai konsistensi dan ketaatan pemerintah dan DPR didalam memaknai dan menjalankan sebuah peraturan Undang-undang.

Padahal dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019 telah menjelaskan secara eksplisit ihwal larangan rangkap jabatan bagi wakil Menteri. Hal inipun  diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 pasal 23 tentang Kementerian Negara, mengenai larangan jabatan bagi Menteri dan wakil menteri.

Kepala kantor komunikasi kepresidenan Hasan Nasbi, memperkuat rangkap jabatan para wakil Menteri, menurutnya sudah sesuai dengan peraturan.  “Jadi, kalau anggota kabinet, kepala PCO, enggak boleh memang. Menteri Sekretaris Negara enggak boleh. Tapi wakilnya itu dibolehkan secara aturan,” kata Hasan di kantornya, Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025. (Tempo, 20/7/2025).

Hal ini tentunya menimbulkan kebingungan logika bagi publik, sebuah peraturan yang dibuat dan dijalankan semestinya untuk menciptakan suatu keteraturan situasi dan kondisi, baik dalam hal objek yang menjadi sebuah peraturan maupun subjek yang menjadi regulator pembuat peraturan melalui konsistensi ketaatan pada peraturan itu sendiri.

Apabila alasannya untuk membenahi kerugian yang dialami  perusahaan-perusahaan  BUMN secara terus-menerus tentunya dibutuhkan orang-orang yang mempunyai kapasitas didalam memperbaiki sistem pada sebuah perusahaan BUMN. Seharusnya Pemerintah  rekrut orang-orang profesional yang biasa menangani suatu korporasi perusahaan dengan pengalaman dan keahliannya diharapkan para profesional ini mampu memberikan perubahan yang sangat signifikan bagi perkembangan perusahaan BUMN.

Hal utama yang menjadi perbincangan dan keberatan publik adalah, pemerintah mengangkat para wakil menteri untuk mengisi jabatan komisaris pada perusahaan BUMN tanpa melihat latar belakang maupun kapasitasnya sebagai orang yang mampu menjadi bagian dari perusahaan BUMN secara efektif dan efisien berdasarkan kualitas profesinya.  Salah satu wakil menteri mantan pebulutangkis Taufik Hidayat Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga  menjadi komisaris PT PLN Energi Prima Indonesia.

Ketika berbicara pemerintahan benak yang ada dalam pemikiran publik akan selalu terkait dengan kekuasaan dan kepentingan. Karena ranah wilayah pemerintah adalah ranah politik yang selalu terkait dengan kekuasaan. Dimana kita dapat menemukan benang merah suatu pemerintahan terkait dengan politik dan kekuasaan. Meminjam pemikiran Machiavelli (2015) kekuasaan memiliki otonomi terpisah dari nilai moral. Karena menurutnya, kekuasaan bukanlah alat untuk mengabdi pada kebajikan, keadilan dan kebebasan dari tuhan, melainkan kekuasaan sebagai alat untuk mengabdi pada kepentingan negara. Pemikiran ini memberikan pemahaman pada kita bahwa ketika kita berbicara pemerintah berkuasa, kita akan berbicara mengenai kekuasaan untuk kepentingan negara yang lebih luas dengan caranya tersendiri.

Patronase –  Klientalisme Politik Kekuasaan

Hubungan Patronase dan Klientalisme kekuasaan dapat terjadi dimana saja dalam bidang kehidupan apa saja, ketika dua pihak secara bersama mengikrarkan pada suatu hubungan timbal yang saling menguntungkan diantara orang yang mempunyai kekuasan dan pihak lain yang menjadi pendukung kekuasaan.

Kita ketahui bersama bahwa  konfigurasi sistem pemerintahan berkuasa  tentunya, merupakan koalisi dari partai-partai politik pendukung, dengan tujuan untuk memperkuat perjalanan politik kekuasaan penguasa agar dalam proses perjalanan politiknya dapat dapat berjalan  dengan mulus tanpa adanya hambatan dari pihak lain (oposisi) secara politik.

Proses untuk memperkuat posisi pemerintah berkuasa, harus dibangun dengan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, tak terkecuali dengan praktik-praktik memberikan jabatan-jabatan strategis pada para wakil menteri dalam kabinet merah putih Prabowo pada perusahaan-perusahaan BUMN plat merah. Namun hal tersebut meminjam istilah Yance Arizona akademisi Hukum Tata Negara UGM menurutnya perangkapan jabatan wakil Menteri ini oleh pemerintah dan DPR, menandakan negara tidak patuh terhadap prinsip-prinsip dasar negara hukum dan konstitusi.

Wakil Menteri Tenaga Kerja Emanuele Ebenezer dengan alasan lain dalam (Tempo, 20/7/2025) mengatakan, penunjukan sebagai komisaris perusahaan plat merah didasari sesuai kebutuhan yang diiringi dengan keinginan Prabowo mewujudkan swasembada pangan. “Presiden ingin pupuk bisa langsung terdistribusi ke tangan petani tanpa ada mafia. Jadi ada pertimbangannya, tidak ujug-ujug,” kata Ebenezer.

Persoalannya adalah, publik sekarang sudah melek politik walaupun  penunjukkan para wakil menteri sebagai komisaris pada perusahaan BUMN sebagai hal utama dalam memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia, dan dijelaskan secara narasi oleh para pihak berkepentingan di ranah publik. Publik sudah dapat melihat dan menilai hal-hal apa saja yang terkait dengan sebuah nilai yang ideal dalam politik kekuasaan atau sebaliknya hal-hal tersebut patut menjadi penilaian moral politik

 Peran publik dalam fungsi kontrol terhadap ketaatan peraturan pemerintah 

Peran publik sangat menentukan dalam praktik Patronase dan Klientalisme politik kekuasaan, sehingga berjalannya kekuasaan pemerintahan dapat berjalan sebagaimana mestinya berdasarkan ketaatan peraturan sebagai dasar hukum yang mengatur  secara formil.

LSM yang bergerak dalam bidang pengawasan pemerintah perlu memberikan advokasi secara edukasi pada publik, bahwa praktik-praktik Patronase dan Klientalisme akan cenderung pada pemanfaatan instrumen hukum untuk tujuan-tujuan tertentu. Yang akan memperkuat suatu sistem kekuasaan tertentu

Abusive mengacu pada penggunaan hukum secara salah atau tidak adil untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun autocratic legalism merujuk pada penggunaan hukum sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan otoriter oleh penguasa.(istilah yang digunakan Yance Arizona akademisi Hukum Tata Negara UGM terkait penunjukan wakil menteri menjadi komisaris perusahaan BUMN).

Peran media massa pers perlu dimaksimalkan dalam fungsi informasi dan  fungsi kontrol secara kontinuitas terhadap pemerintah berkuasa, Penekanan pada investigasi report terhadap kemungkinan kasus-kasus yang akan muncul menjadi prioritas utama oleh media pers, sebagai akibat praktik Patronase dan Klientalisme.

Suara akademisi kampus tentunya diharapkan dapat menjadi salah satu bagian penting sebagai institusi netral, untuk memberikan pencerahan dan penguatan baik bagi para mahasiswa atau masyarakat agar memiliki kepekaan melek politik terkait praktik Patronase dan Klientalisme politik.

John Locke, Montesqiueu dan Thomas Jefferson beranggapan bahwa penguasa cenderung memiliki ambisi untuk berkuasa terus-menerus. Wajib menjadi pengingat bagi kita semua.

(Redaksi Warta Perwira)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *