19.07.2025
Ilustrasi: Preman berkedok debt collector.
Ilustrasi: Preman berkedok debt collector.

WARTAPERWIRA.COM – Fenomena penarikan paksa kendaraan oleh debt collector yang bertindak layaknya preman jalanan kembali menjadi sorotan publik. Di sejumlah daerah, masyarakat mengeluhkan praktik intimidatif dari oknum yang mengaku utusan perusahaan leasing. Tak jarang mereka beraksi di jalan umum, tanpa surat tugas yang sah, bahkan disertai ancaman fisik dan psikologis terhadap debitur.

Yang lebih mengkhawatirkan, banyak perusahaan pembiayaan justru membiarkan bahkan memfasilitasi praktik ini demi menekan debitur bermasalah. Alih-alih menyelesaikan secara hukum, mereka menyerahkan urusan penarikan unit kepada pihak ketiga yang tak jarang tak terdaftar secara resmi. Ini bukan sekadar pelanggaran etika bisnis, tapi juga bentuk pelecehan terhadap hukum.

Aturan Hukum yang Dilanggar

Penarikan kendaraan oleh debt collector premanistik melanggar sejumlah aturan hukum:

  1. Pasal 368 KUHP – Pemaksaan pengambilan barang di bawah ancaman kekerasan dapat dikategorikan sebagai pemerasan.
  2. Surat Edaran Kapolri No. SE/2/II/2021 – Menegaskan bahwa penarikan kendaraan oleh leasing hanya dapat dilakukan jika ada putusan pengadilan atau debitur secara sukarela menyerahkan objek jaminan.
  3. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, khususnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa: Kreditor tidak bisa serta-merta mengeksekusi barang jaminan tanpa proses pengadilan atau persetujuan debitur.

Dengan demikian, penarikan kendaraan yang dilakukan secara paksa dan tanpa dasar hukum yang sah melanggar hukum dan dapat dipidana.

Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat?

  1. Jangan menyerahkan kendaraan jika tidak ada surat resmi dan putusan pengadilan. Anda berhak menolak dan meminta proses hukum.
  2. Laporkan ke polisi jika terjadi intimidasi, ancaman, atau penarikan paksa. Dokumentasikan nama, plat kendaraan, dan kronologi kejadian.
  3. Minta bantuan hukum ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Posbakum. Anda tidak sendiri; negara menyediakan perlindungan.
  4. Laporkan ke OJK melalui portal pengaduan konsumen. OJK berwenang memberi sanksi kepada perusahaan pembiayaan yang melanggar ketentuan fidusia.

Desakan untuk Penegakan Hukum

Kami mendesak aparat penegak hukum dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk tidak membiarkan praktik premanisme berkedok penagihan utang ini terus berlangsung. Pembiaran hanya akan menciptakan rasa takut di masyarakat dan memperburuk citra lembaga keuangan.

Perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa preman bukan hanya mencoreng prinsip tata kelola keuangan yang sehat, tapi juga melecehkan hak-hak konsumen. Penindakan tegas bukan pilihan, tapi kewajiban negara untuk menjaga keadilan dan kepastian hukum.

Akhir Kata: Lawan Premanisme Berkedok Debt Collector, Tegakkan Hukum

Jangan biarkan rasa takut mengalahkan akal sehat. Negara hadir untuk melindungi warganya, bukan sekadar memfasilitasi kepentingan modal. Saat hukum ditabrak demi keuntungan, maka publik wajib bersuara. Warta Perwira akan terus berada di garis depan untuk menyuarakan kebenaran dan membela hak-hak masyarakat.

 

(Redaksi Warta Perwira)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *